BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan
dalam sejarah peradaban anak manusia adalah salah satu komponen kehidupan yang
paling urgen. Semenjak manusia berinteraksi dengan aktifitas pendidikan ini
semenjak itulah manusia telah berhasil merealisasikan berbagai perkembangan dan
kemajuan dalam segala lini kehidupan mereka. Bahkan pendidikan adalah suatu
yang alami dalam perkembangan peradaban manusia. Secara paralel proses
pendidikan pun mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam bentuk metode,
sarana maupun target yang akan dicapai. Karena hal ini merupakan salah satu
sifat dan keistimewaan dari pendidikan, yaitu selalu bersifat maju. Dan apabila
sebuah pendidikan tidak mengalami serta tidak menyebabkan suatu kemajuan atau
malah menimbulkan kemunduran maka tidaklah dinamakan pendidikan. Karena
pendidikan adalah sebuah aktifitas yang integral yang mencakup target, metode
dan sarana dalam membentuk manusia-manusia yang mampu berinteraksi dan
beradabtasi dengan lingkungannya, baik internal maupun eksternal demi
terwujudnya kemajuan yang lebih baik.
Dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya
melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan. Dan sebagai sarana untuk
meningkatkan mutu pendidikan diperlukan sebuah kurikulum. Menurut Sukmadinata
(2008:5), “Kurikulum ( curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman
atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar”. Kurikulum dipahami
sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum memiliki empat komponen,
yaitu komponen tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi pencapaian tujuan
dan komponen evaluasi. Sebagai suatu sistem setiap komponen harus saling
berkaitan satu sama lain. Manakala salah satu komponen yang membentuk sistem
kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem
kurikulum pun akan terganggu pula.
Dalam
sebuah kurikulum memuat suatu tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem
pendidikan. Untuk itu tujuan dalam suatu kurikulum memegang peranan yang sangat
penting, karena tujuan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai
komponen-komponen kurikulum lainnya.
B. Identifikasi
Masalah
1. Tujuan
kurikulum
2. Sejarah
kurikulum system pendidikan nasional di Indonesia dan tujuannya
3. Kurikulum
pondok pesantren mu’adalah berbasis mu’allimien
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Tujuan
Kurikulum
Komponen tujuan berhubungan dengan
arah atau hasil yang diharapkan. Dalam skala makro rumusan tujuan kurikulum
erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat.
Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan suatu masyarakat yang dicita-citakan.
Misalkan, filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat Indonesia adalah
Pancasila, maka tujuan yang diharapkan tercapai oleh suatu kurikulum adalah
terbentuknya masyarakat yang pancasilais. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum
berhubungan dengan misi dan visi sekolah serta tujuan yang lebih sempit seperti
tujuan setiap mata pelajaran dan tujuan proses pembelajaran.
Tujuan pendidikan memiliki
klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang
bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan
pendidikan diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
1. Tujuan
Pendidikan Nasional (TPN)
2. Tujuan
Institusional (TI)
3. Tujuan
Kurikuler (TK)
4. Tujuan
Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP)
Tujuan
Pendidikan Nasional adalah tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan
sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan,
artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk
manusia yang sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan
oleh lembaga pendidikan formal, informal maupun non formal. Tujuan pendidikan
umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan
pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam
bentuk undang-undang. TPN merupakan sumber dan pedoman dalam usaha
penyelenggaraan pendidikan. Secara jelas tujuan Pendidikan Nasional yang
bersumber dari sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003, Pasal 3, bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan
Institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan.
Dengan kata lain tujuan ini dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus
dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan
program di suatu lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional merupakan
tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk
kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, seperti misalnya standar
kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan dan jenjang pendidikan tinggi.
Tujuan
kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata
pelajaran. Oleh sebab itu tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai
kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu
bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler juga
pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan.
Dengan demikian setiap tujuan kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan
untuk mencapai tujuan institusional. Contoh tujuan kurikuler adalah tujuan
Bidang Studi Matematika di SD, Tujuan Pelajaran IPS di SMP dan lain sebagainya.
Dalam Kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetensi, tujuan kurikuler
tergambarkan pada standar isi setiap mata pelajaran atau bidang studi yang
harus dikuasai siswa pada setiap satuan pendidikan.
Dalam
klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan instruksional atau yang sekarang lebih
populer dengan tujuan pembelajaran, merupakan tujuan yang paling khusus. Tujuan
pembelajaran yang merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat didefinisikan
sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka
mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali
pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami
karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran di suatu sekolah, maka
menjabarkan tujuan pembelajaran ini adalah tugas guru. Sebelum guru melakukan
proses belajar mengajar, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus
dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran. Menurut Bloom,
dalam bukunya yang sangat terkenal Taxonomy of Educational Objectives yang
terbit pada tahun 1965 (Sukmadinata, 2000), bentuk perilaku sebagai tujuan yang
harus dirumuskan dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi atau tiga domain
(bidang), yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Kedudukan
tujuan dalam perencanaan pembelajaran menurut Gagne & Briggs (Sukmadinata,
2000):
1. Identifikasi
tujuan
2. Analisis
pembelajaran
3. Identifikasi
entry behaviour & karakteristik pembelajar
4. Penjabaran
tujuan ke dalam tujuan performansi yang spesifik & detail Pengukuran
kriteria tes
5. Penyusunan
strategi pembelajaran Penetapan materi pembelajaran Evaluasi formatif
6. Evaluasi
sumatif
Dalam
sistem pembelajaran unsur tujuan diletakkan pada tahap pertama sebelum unsur
yang lainnya. Penetapan tujuan pada tahap awal dimaksudkan untuk memberi
gambaran bagi penetapan komponen pembelajaran yang lain agar menyesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Dengan kata lain penetapan materi, metode
atau proses dan evaluasi selalu harus memperhatikan dan berhubungan dengan
rumusan tujuan.
Tujuan
merupakan rumusan atau pernyataan yang memberikan gambaran keinginan atau
harapan yang terukur dan operasional yang harus dicapai setelah pembelajaran
selesai. Dengan demikian untuk memberikan gambaran adanya keterhubungan antara
tujuan dengan komponen yang lainnya, maka rumusan tujuan akan memberi inspirasi
bagi penetapan komponen-komponen pembelajaran lainnya. Akan tetapi jika tujuan
tidak tercapai, belum tentu yang salah adalah unsur materi, metode atau
komponen evaluasi. Boleh jadi yang kurang tepat adalah rumus tujuannya
itu sendiri. Disinilah letaknya setiap unsur dalam sistem pembelajaran
masing-masing memiliki hubungan, ketergantungan dan umpan balik.
B. Sejarah
Kurikulum System Pendidikan Nasional di Indonesia dan Tujuannya
Dalam
perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, dan yang sekarang 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis
dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek
dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat
rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang
berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada
penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
Perubahan
kurikulum tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda,
karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin
dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita. Perubahan kurikulum di dunia
pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Kurikulum
1947
Kurikulum saat itu diberi nama
Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih
dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya
meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh
dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana
kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan
maka pendidikan sebagai development conformism, bertujuan untuk membentukan
karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa
lain di muka bumi ini.
2. Kurikulum
1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947,
pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952
ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah
pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri
dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi
pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Kurikulum
1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun
1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini
diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan
agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Hamalik, 2004). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum
1968
Kurikulum 1968 merupakan
pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur
kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan
dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan,
Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk
manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
5. Kurikulum
1975
Kurikulum 1975 menekankan pada
tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi
adalah pengaruh kon sep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by
objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini
dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu renca na pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin
sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
6. Kurikulum
1984
Kurikulum 1984 mengusung process
skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa d itempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Kurikulum 1984 ini berorientasi
kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman
belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus
benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang
harus dicapai siswa.
7. Kurikulum
1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman
konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
8. Kurikulum
2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal
dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi)
tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan.
Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to
perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini
mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang
mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah
perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman
pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta
didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman
yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002).
Tujuan yang ingin dicapai
menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal.
9. Kurikulum
2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan
sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK
dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target
kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling
menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran
sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal
ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap
satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan
pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun
oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini
untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan
dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
10.
Kurikulum
2013 (K-13)
Kurikulum 2013 (K-13) adalah kurikulum yang berlaku
dalam Sistem
Pendidikan Indonesia. Kurikulum ini merupakan kurikulum
tetap diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum-2006 (yang sering
disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang telah
berlaku selama kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa
percobaanya pada tahun 2013 dengan menjadikan
beberapa sekolah menjadi sekolah rintisan.
Pada tahun
ajaran 2013/2014, tepatnya sekitar pertengahan tahun 2013, Kurikulum 2013
diimpelementasikan secara terbatas pada sekolah perintis, yakni pada kelas I
dan IV untuk tingkat Sekolah Dasar,
kelas VII untuk SMP, dan kelas X untuk
jenjang SMA/SMK, sedangkan pada tahun 2014, Kurikulum 2013 sudah diterapkan di
Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII dan VIII dan SMA Kelas X
dan XI. Jumlah sekolah yang menjadi sekolah perintis adalah sebanyak 6.326
sekolah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.
Kurikulum 2013
memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan,
aspek sikap, dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi
pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan.
Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn,
dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.
Materi pelajaran
tersebut (terutama Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) disesuaikan dengan
materi pembelajaran standar Internasional (seperti PISA dan TIMSS) sehingga pemerintah
berharap dapat menyeimbangkan pendidikan di dalam negeri dengan pendidikan di
luar negeri.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan,
nomor 60 tahun 2014 tanggal 11 Desember 2014, pelaksanaan Kurikulum 2013
dihentikan dan sekolah-sekolah untuk sementara kembali menggunakan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, kecuali bagi satuan pendidikan dasar dan menengah
yang sudah melaksanakannya selama 3 (tiga) semester, satuan pendidikan usia
dini, dan satuan pendidikan khusus. Penghentian tersebut bersifat sementara,
paling lama sampai tahun pelajaran 2019/2020.
1. Aspek penilaian
Sikap
dan perilaku (moral) adalah aspek penilaian yang teramat penting (nilai aspek
60%). Apabila salah seorang siswa melakukan sikap buruk, maka
dianggap seluruh nilainya kurang, Ada empat aspek penilaian dalam
K-13:
· keterampilan (KI-4);
· pengetahuan (KI-3);
· sosial (KI-2); dan
· spiritual (KI-1).
2. Mata pelajaran
a)
Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)
Pembelajaran di
tingkat Sekolah Dasar pada Kurikulum 2013 disajikan menggunakan pendekatan
tematik-integratif. Mata pelajaran, yang kemudian disebut muatan pelajaran, di
dalamnya terdiri dari:
·
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
·
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
·
Matematika
·
Bahasa Indonesia
·
Ilmu Pengetahuan Alam
·
Ilmu Pengetahuan Sosial
·
Seni Budaya dan Prakarya (Termasuk Muatan lokal)
·
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Termasuk
Muatan lokal)
·
Bahasa Daerah (Sesuai dengan kebijakan
sekolah masing-masing)
Semuanya dipadukan dalam
satu buku yang dinamakan buku tematik, kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama
dan Budi Pekerti dan mata pelajaran Bahasa Daerah
b)
Sekolah Menengah Pertama / Madrasah
Tsanawiyah (SMP/MTs)
Ø Kelompok
A (Wajib)
·
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
·
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
·
Matematika
·
Bahasa Indonesia
·
Ilmu Pengetahuan Alam
·
Ilmu Pengetahuan Sosial
·
Bahasa Inggris
Ø Kelompok
B (Wajib)
·
Seni Budaya (Rupa/Musik/Tari/Teater)
·
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
· Prakarya
(Rekayasa/Kerajinan/Budidaya/Pengolahan)
· Bahasa Daerah (Sesuai dengan
kebijakan sekolah masing-masing)
· Bahasa Asing (Sesuai dengan
kebijakan sekolah masing-masing)
c) Sekolah Menengah Atas atau Sekolah
Menengah Kejuruan (SMA/SMK) / Madrasah Aliyah atau Madrasah Aliyah Kejuruan
(MA/MAK)
Ø Kelompok A (Wajib)
· Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
· Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
· Matematika
· Bahasa Indonesia
· Bahasa Inggris
· Sejarah Indonesia
Ø Kelompok B
· Seni Budaya (Rupa/Musik/Tari/Teater)
· Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
· Prakarya (Rekayasa/Kerajinan/Budidaya/Pengolahan)
Ø Kelompok C (Peminatan)
· Peminatan di SMA
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
|
Ilmu-Ilmu Sosial
|
Bahasa dan Budaya
|
Peminatan Keagamaan
|
Matematika
|
Sejarah
|
Bahasa dan Sastra Indonesia
|
Mata pelajaran yang diatur oleh Kementerian Agama. Hanya
diwajibkan untuk MA/MAK
|
Fisika
|
Geografi
|
Bahasa dan Sastra Inggris
|
|
Biologi
|
Ekonomi
|
Bahasa dan Sastra Asing Lain
|
|
Kimia
|
Sosiologi
|
Antropologi
|
x
Ø Kelompok D (Lintas Minat/Pendalaman
Minat)
· Peminatan di SMK
- Peminatan Bidang Teknologi dan
Rekayasa;
- Peminatan Bidang Teknologi Informasi
dan Komunikasi;
- Peminatan Bidang Kesehatan;
- Peminatan Bidang Agrobisnis dan
Agroteknologi;
- Peminatan Bidang Perikanan dan
Kelautan;
- Peminatan Bidang Bisnis dan
Manajemen;
- Peminatan Bidang Pariwisata; dan
- Peminatan Bidang Seni Rupa dan
Kriya;
C. Kurikulum
Pondok Pesantren Mu’adalah dengan Pola Mu’allimien
Pondok
pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan antara system pondok dan
pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem
bandungan, sorogan ataupun wetonan, dengan para santri disediakan pondokan
ataupun merupakan santri kalong yang dalam istilah pendidikan pondok pesantren modern memenuhi kriteria pendidikan non-formal serta
menyelenggarakn juga pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah
umam dalam bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan masyarakat
masing-masing.[1] Dengan demikian, disadari atau tidak hadirnya dunia
pesantren dalam kehidupan masyarakat merupakan gebrakan yang mengejutkan dalam dunia pendidikan di indonesia.
Karena, pesantren memberikan pengetahuan agama Islam yang sangat cukup dan relevan, sehingga pesantren mampu
mewarnai kehidupan kelompok masyarakat luas.
Pondok Pesantren Mu’adalah
merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam yang berdiri sendiri dan tidak
mengacu kepada standar kurikulum Depag RI maupun Diknas. Di kalangan pondok
pesantren, pendidikan tersebut dinamakan dengan pendidikan pondok pesantren mu’adalah
(pendidikan pondok pesantren yang disetarakan dengan Madrasah Aliyah/SMA).
Pendidikan pondok pesantren yang disetarakan dengan madrasah aliyah dilakukan
melalui SK Dirjen Pendidikan Islam Depag RI dan oleh SK Dirjen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional untuk yang disetarakan dengan SMA.
Proses penyetaraan (mu ‘adalah) ini
telah berlangsung lama sejak tahun 1998 hingga sekarang. Hal itu merupakan
langkah pengakuan (recognition) dari pemerintah terhadap eksistensi pendidikan
di kalangan pondok pesantren yang pada saat itu belum terakomodir di dalam
sistem pendidikan nasional. Lima tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2003
pendidikan diniyah dan pesantren resmi secara tersurat terdapat di dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 30 ayat 1-4. Tetapi kendatipun
belum sepenuhnya pendidikan pondok pesantren mengacu kepada Standar Nasional
Pendidikan di Indonesia, pada umumnya mereka masih tetap berlandaskan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Pasal 93 ayat 1-3.
Sistem pendidikan pondok pesantren
Mu’adalah biasanya berjenjang selama 6 tahun setelah jenjang Ibtidaiyyah,
seperti KMI (Kulliyatul Muallimin al-Islamiyyah), TMI (Tarbiyatul Muallimin
al-Islamiyyah) dan atau nama lain yang sejenis. Tujuan dari program mu’adalah
ini adalah untuk mempersiapkan santri agar dapat melanjutkan pendidikan pada
jejang pendidikan yang lebih tinggi dan atau untuk bekerja pada sektor formal,
pengabdian kepada masyarakat dan lainnya.
Pada tahun 2014 pondok pesantren
yang memperjuangkan khas yang mandiri mendapat pengakuan secara resmi dari
pemerintah lewat peraturan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Satuan Pendidikan Muadalah Pada Pondok
Pesantren. Sehingga hal tersebut menjadi anginsegara bagi pondok pesantren.
Satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren yang
selanjutnya disebut satuan pendidikan muadalah adalah satuan pendidikan
keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan pesantren
dengan mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan pesantren dengan basis kitab
kuning atau dirasah islamiyah dengan
pola pendidikan muallimin secara
berjenjang dan terstruktur yang dapat disetarakan dengan jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan Kementerian Agama.[2]
Pola pendidikan mu’allimin
adalah sistem pendidikan pesantren yang bersifat integratif dengan memadukan
ilmu agama Islam dan ilmu umum dan bersifat komprehensif dengan memadukan
intra, ekstra dan kokurikuler.
1.
Kurikulum Pendidikan
Sementara itu, kurikulum pondok pesantren yang mendapat
persamaan telah diatur di dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 18 Tahun Tahun
2014 di Pasal 10 yakni sebagai berikut :
1)
Kurikulum satuan pendidikan muadalah terdiri atas
kurikulum keagamaan Islam dan kurikulum pendidikan umum.
2)
Kurikulum keagamaan Islam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikembangkan berdasarkan kekhasan masing-masing penyelenggara dengan
berbasis pada kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan mu
'allimin.
3)
Kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud pada
ayat [l] memuat paling sedikit :
a.
pendidikan kewarganegaraan (al-tarbiyah
aI-wathaniyah);
b.
bahasa Indonesia [al-Iughah aI-indunisiyah);
c.
matematika (al-nyddhiyat]; dan
d.
ilmu pengetahuan alam [al-ulam aI-thabi'iyah].
4)
Kurikulum bermuatan pendidikan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disusun oleh penyelenggara satuan pendidikan muadalah
dengan berpedoman pada standar pendidikan yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.[3]
Di sini berarti sudah jelas bahwa kurikulumnya tidak sekedar
pendidikan umum saja, melainnya menyangkut dari segala aspek kehidupan, baik
saat berinteraksi dengan manusia maupun dengan sang khaliq.
2.
Materi dan Program Pendidikan
Secara garis besar, materi atau subyek
pendidikan di pesantren berbasis pendidikan muallimien meliputi 10 (sepuluh)
jenis pendidikan, yaitu:
1) Pendidikan
keimanan (aqidah dan syariah)
2) Pendidikan
kepribadian dan budi pekerti
3) Pendidikan
kebangsaan, kewarganegaraan dan HAM
4) Pendidikan
keilmuan dan intelektualitas
5) Pendidikan
kesenian dan Keindahan (estetika)
6) Pendidikan
keterampilan Teknis dan Kewiraswastaan
7) Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan
8) Pendidikan
Kepemimpinan dan Manajemen
9) Pendidikan
Dakwah Kemasyarakan
10)
Pendidikan Keguruan dan Kependidikan
Untuk
melaksanakan kesepuluh jenis pendidikan tersebut, maka disusun program
pendidikan yang dikemas dan dilaksanakan secara terpadu selama 24 jam, dalam
bentuk “Integrated Curriculum” (al-Manhaj al-Muwahhad) yang sulit untuk
dipilah-pilah. Namun untuk mempermudah pelaksanaan, pengawasan dan evaluasinya,
maka program tersebut dikelompokkan menjadi 4 jenis kegiatan:
1) Program
Intra Kurikuler (al-Manhaj adz-Dzati)
a) Ulum Tanziliyah (dirasat Islamiyah),
meliputi:Al-Qur’an wa Ulumuhu,
Al-Hadits wa Ulumuhu, Al-Fiqhu wa Ushuluhu, Al-Aqoid wal Akhlaq wat Tashawwuf, Siroh Nabawiyah.
Sejak
kelas II seluruh Bidang Studi tersebut disampaikan dengan pengantar Bahasa
Arab.
b) ULum
Arobiyah, meliputi: Al-maharat al-Arabiyah, Al-Qowaid al- Arabiyah, Al-Adab
Arabiyah.
Seluruh
Bidang Studi tersebut disampaikan dengan pengantar Bahasa Arab.
c) Kurikulum
Nasional, meliputi: Matematika dan Logika, IPA dan Ilmu Falak, IPS dan PPKn,
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris.
Kurikulum
Nasional dilaksanakan sesuai target, dengan beberapa modifikasi.
Ulum Tarbawiyah Ma’hadiyah,
meliputi: Ilmu Pendidikan, Ilmu Jiwa, Riset dan Jurnalistik, Keterampilan
Teknis, Keterampilan Sosial.
2) Program Ko-Kurikuler (Al-Manhaj al-Mazji)
- Kegiatan-kegiatan
Ko Kurikuler tersebut mencakup dua jenis kegiatan, yaitu:
a) Kegiatan-kegiatan
Tutorial, meliputi: Ibadah Amaliyah Sehari-hari, Belajar Toturial, Dirosat
Kutub Turots (pengajian kitab kuning), Dialog Jum’at Pagi bersama Kiyai dan
Nyai, Pembinaan Bahasa Mingguan.
b) Kegiatan-kegitan
Pratikum, meliputi: Praktek Sopan santun dan Komunikasi, Praktek Mengajar,
Praktek Berdakwah.
3) Program
Ekstra-Kurikuler (Al-Manhaj al-Idhofi)
- Kegitan-kegiatan
Ekstra-Kurikuler tersebut adalah:
a) Kegitan-kegiatan
Wajib, meliputi: Praktek ber-organisasi, Latihan pramuka mingguan, Senam Wajib
Mingguan, Kursus-kursus Keterampilan Wajib, Kerja Lingkungan Harian, Tadabbur
Malam Menjelang Tidur dan Istirham.
b) Kegiatan-kegiatan
Pilihan /Minat, meliputi: Kursus-kursus Kesenian, Kursus-kursus Kesakaan,
Kursus-kursus Kesehatan (PMR/BSR), Kursus-kursus Kebahasaan Pilihan,
Kursus-kursus Keterampilan Pilihan, Latihan Olahraga dan Beladiri, Penerbitan
Media Cetak (Buletin atau Mading), Diskusi, Seminar, Bedah Buku, dll.
4) Program Bimbingan dan Penyuluhan (al-Irsyad wat
Taujih)
- Kegiatan-kegiatan
Bimbingan dan Penyuluhan 3 jenis disiplin, yaitu:
a) Disiplin Diri (Self
Disciplin), meliputi: Budaya beribadah Amaliyah Fardiyah, Budaya Belajar
Mandiri, Budaya Hidup Sehat Jasmani dan Rohani, Budaya Mengatur Waktu, Budaya
Mengatur Uang dan Hak Milik Pribadi
b) Disiplin Sosial
(Social Discipline), meliputi: Budaya Hidup Sopan dan Komunikatif, Budaya Hidup
Bertasamuh (saling toleransi), Budaya Hidup Berta’awun (saling menolong),
Budaya Hidup Bertawashi (saling mengingatkan)
c) Budaya Lingkungan
(Environment Discipline), meliputi: Budaya Hidup Besih dan Sehat, Budaya Hidup Tertib dan Teratur,
Budaya Hidup Indah dan Lestari.
BAB
III
KESIMPULAN
Sistem
kurikulum terbentuk oleh empat komponen, yaitu (1) komponen tujuan, isi
kurikulum, (3) metode atau strategi pencapaian tujuan dan (4) komponen
evaluasi. Sebagai suatu sistem setiap komponen harus saling berkaitan satu sama
lain. Manakala salah satu komponen yang membentuk sistem kurikulum terganggu
atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulum pun akan
terganggu pula.
Dalam
setiap perubahan dan perkembangan kurikulum selalu disertai tujuan pendidikan
yang ingin dicapai. Kurikulum pendidikan nasional sudah mengalami beberapa kali
perubahan. Setiap perubahan kurikulum pendidikan nasional disertai dengan
tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut, ada
suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita.
Perbedaan tujuan itu terletak pada pendekatan dalam merealisasikannya
DAFTAR
PUSTAKA
Abbasi Fadli, Sejarah Pendidikan Islam, (Al-Amien
Prenduan : TMI Press, 2001).
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:2003.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta:2003.
Dwigatama, Dedi. Tentang Kurikulum Indonesia. http://dedidwigatama.
wordpress.com/. 2008
Hamalik, Oemar. (1993). Model-Model Pengembangan Kurikulum.
Bandung: PPs Universitas Pendidikan Indonesia.
Hasan, Hamid. Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan
Kurikulum Nasional.
Ibrahim, R. & Kayadi, B. (1994). Pengembangan Inovasi dalam
Kurikulum. Jakarta : UT, Depdikbud.
Peraturan Menteri
Agama RI Nomor 18 Tahun 2014
Soekisno, R. Bambang. A.
Bagaimanakah Perjalanan Kurikulum
Nasional (Pada Pendidikan dasar
dan Menengah).
Sukmadinata, Nana S. (2008). Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktek. Remaja Rosdakarya : Bandung.
Tim Pengembang, (2006), Kurikulum dan Pembelajaran, Jurusan Kurtek
FIP Universitas Pendidikan Indonesia.
http//www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No._026/pendekatan_hamid_
hasan. 2001.
[1]Abbasi
Fadli, Sejarah Pendidikan Islam,
(Al-Amien Prenduan : TMI Press, 2001),
h.170