BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan yang sangat
ideal adalah mencontoh pada prilaku atau keteladanan Nabi Muhammad SAW karena
hal tersebut memberi respons dan solusi positif terhadap
permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan fitrah individu dan kelompok.
Pendidikan
adalah suatu usaha dan proses pembentukan peserta didik atau anak didik agar
memiliki karakter karimah. Sehingga tingkah lakunya tetap baik dalam
menjalankan hidupnya sebagai manusia pada umum, mengingat pendidikan itu merubah
suatu titik yang tidak baik ke arah yang lebih baik.
Sedangkan
di dalam buku yang ditulis oleh KH.Muhammad Idris Jauhari menjelaskan
bahwasannya pendidikan merupakan pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung
dalam diri atau pribadi anak didik, berkat adanya bantuan dan pengarahan yang
dilakukan dengan sengaja oleh pendidik.[1]
Dengan demikian pendidikan adalah suatu usaha dan proses pembentukan peserta
didik atau anak didik agar memiliki karakter karimah. Sehingga tingkah lakunya
tetap baik dalam menjalankan hidupnya sebagai manusia pada umum, mengingat
pendidikan itu merubah suatu titik yang tidak baik ke arah yang lebih baik.
Dalam
pendidikan tersebut terdapat internalisai, doktrin/kegiata proses pendidikan
dan eksternalisasi, untuk menjalan hal tersebut dibutuhkan suatu seperangkat
ataupun model yang bisa menjadikan rujukan dalam proses pendidikan, agar output
yang dihasikan bisa menjadi lulusan atau kader-kader pemimpin umat dan berguna
bagi bangsa, agama dan Negara. Seperangkat atupun sarana dalam dinamikan
pendidikan disebut dengan kurikulum pendidikan.
Sedangkan
pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, bahan pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[2] Jadi kurikulum merupakan landasan atapun suatu acuan serta perangkat
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan.
Di
Indonesia sendiri sering mengalami perubahan-perubahan kurikulum dalam
pendidikan, berdasarkan sejarah perubahan tersebut dari 1968, 1975, 1984, 1994
dan pada tahun 2004 berganti menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi atau biasa
disebut dengan KBK. Sedangkan pada tahun 2006 kurikulum pendidikan di Indonesia
berubah menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau lebih popular disebut
dengan KTSP. Hal tersebut tidak menjadi jera bagi pejabat yang memiliki
otoritas dalam peneyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada tahun 2013 KTSP
berubah menjadi Kurikulum 2013 atau biasa disebut dengan KURTILAS. Dari semua
perubahan yang terjadi saya rasa merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk
memperbaiki pendidikan di Indonesia, kita harus selalu berusaha menemukan
hal-hal baru untuk melakukan revolusi dalam dinamika pendidikan di Indonesia.
Kurikulum sendiri menggambarkan suatu
pencapaian proses pendidikan baik yang sifatnya sistematis, oleh sebab itu
kurikulum yang dirancang pemerintah memiliki kedudukan yang sangat strategis,
mempunyai fungsi yang ideal, mengandung komponen yang integritas serta saling
mempengaruhi dan menjabarkan struktur kurikulum untuk mendidikan dan mencetak
para peserta didik yang bepengatahuan luas dan berbudi pekerti serta
berkompeten di dalam bidangnya masin-masing.
Selanjutnya, makalah ini mencoba memberikan gambaran tentang
hakekat kurikulum pendidikan dalam artian memberikan kejelasan tentang posisi
kurikulum di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menentukan
identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Pengertian
kurulum
2. Fungsi kurikulum
3. Keduduka kurikulum dalam pendidikan
4. Komponen-komponen kurikulum
5. Struktur Kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Definisi Kurikulum
1.
Pengertian Kurikulum
a)
Secara Etimologis
Secara etimologis istilah
kurikulum yang dalam bahasa Inggris ditulis “curriculum” berasal dari bahasa
Yunani yaitu “curir” yang berarti “pelari”, dan “curere” yang berarti “tempat
berpacu”. Tidak heran jika dilihat dari arti harfiahnya, istilah kurikulum
tersebut pada awalnya digunakan dalam dunia Olah raga, seperti bisa
diperhatikan dari arti “pelari dan tempat berpacu”, yang mengingatkan kita pada
jenis olah raga Atletik.
b)
Secara Istilah
Berawal dari makna
“curir” dan “curere” kurikulum berdasarkan istilah diartikan sebagai “Jarak
yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk
memeroleh medali atau penghargaan”. Pengertian tersebut kemudian diadaptasikan
ke dalam dunia pendididikan dan diartikan sebagai “Sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir program demi memeroleh
ijazah”
c)
Kurikulum menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Menurut UU no. 20 tahun
2003, kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”. (Bab I Pasal 1 ayat 19).
2.
Beberapa definisi Kurikulum
Di bawah ini kami berikan
sejumlah definisi kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum.
a)
J.Galen Saylor dan William M.Alexander dalam buku Curriculum Planning
for Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti 8 kurikulum sebagai
berikut: “The Curriculum is the sum total of school’s efforts to influence
learning, whwther in the classroom , on the playground, or out of school”. Jadi
segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan
kelas, di halaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum
meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
b)
Harold B. Albertsycs dalam Reorganizing the High School Curriculum
(1965) mengandung kurikulum sebagai “ all of the activities that are provided
for students by the shcool”. Seperti halnya dengan definisi Saylor dan
Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga
meliputi kegiatan-kegiatan lain, didalam dan diluar kelas , yang berada di
bawah tanggung jawab sekolah. Definisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman
siswa diluar mata pelajaran tradisional.
c)
J.Lloyd Trump dan Delmas F.Miller dalam buku SecondarySchool
Improvemant (1973) juga menganut definisi kurikulum yang luas. Menurut mereka
dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi
murid dan seluruh program, perubahan tenaga pengajar, bimbingan dan penyuluhan,
supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah
ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek pokok, program,
manusia dan fasilitas sngat erat hubungannya, sehingga tak mungkin diadakan
perbaikan kalau tidak diperhatikan tiga-tiganya.
d)
Smith dan kawan-kawan memandangkurikulum sebagai rangkaian
pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak , jadi dapat
disebutkan potential curriculum. Namun apa yang benar-benar dapat diwujudkan
pada anak secara individual , misalnya bahan yang benar-benar diperolehnya,
disebut actual curriculum.
B.
Fungsi Kurikulum
Secara umum fungsi kurikulum adalah
sebagai alat untuk membantu peserta didik untuk mengembangkan pribadinya ke
arah tujuan pendidikan. Kurikulum itu segala aspek yang mempengaruhi peserta
didik di sekolah, termasuk guru dan sarana serta prasarana lainnya. Kurikulum
sebagai program belajar bagi siswa, disusun secara sistematis dan logis ,
diberikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai program
belajar, kurikulum adalah niat, rencana dan harapan.
Menurut Alexander Inglis, fungsi kurikulum meliputi :
1) Fungsi Penyesuaian, karena individu hidup dalam lingkungan, sedangkan lingkungan tersebut
senantiasa berubah dan dinamis, maka setiap individu harus mampu menyesuaikan
diri secara dinamis. Dan di balik lingkungan pun harus disesuaikan dengan
kondisi perorangan, disinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan
menuju individu yang well adjusted.
2) Fungsi Integrasi, kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh
karena individu itu sendiri merupakan bagian integral dari masyarakat, maka
pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam rangka
pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.
3) Fungsi Deferensiasi, kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaanperbedaan
perorangan dalam masyarakat. Pada dasarnya deferensiasi akan mendorong orang
berpikir kritis dankreatif, dan ini akan mendorong kemajuan sosial dalam
masyarakat.
4) Fungsi Persiapan, kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi
lebih lanjut untuk jangkauan yang lebih jauh atau terjun ke masyarakat. Mempersiapkan
kemampuan sangat perlu, karena sekolah tidak mungkin memberikan semua apa yang
diperlukan atau semua apa yang menarik minat mereka.
5) Fungsi Pemilihan, antara keperbedaan dan pemilihan mempunyai hubungan yang
erat.Pengakuan atas perbedaan berarti pula diberikan kesempatan bagi seseorang
untuk memilih apa yang dinginkan dan menarik minatnya. Ini merupakan kebutuhan
yang sangat ideal bagi masyarakat yang demokratis, sehingga kurikulum perlu
diprogram secara fleksibel.
6) Fungsi Diagnostik, salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan
para siswa agar mereka mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat
mengembangkan semua potensi yang dimiliki.Ini dapat dilakukan bila mereka
menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang dimiliki melalui eksplorasi dan
prognosa. Fungsi kurikulum dalam mendiagnosa dan membimbing siswa agar dapat
mengembangkan potensi siswa secara optimal.
Sedangkan fungsi praksis dari
kurikulum adalah meliputi :
1)
Fungsi
bagi sekolah yang bersangkutan yakni sebagai alat untuk mencapai tujuan –
tujuan pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan
pendidikan sehari-hari.
2)
Fungsi
bagi sekolah yang diatasnya adalah untuk menjamin adanya pemeliharaan
keseimbangan proses pendidikan.
3)
Fungsi
bagi masyarakat dan pemakai lulusan.
C.
Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Kurikulum dan pendidikan merupakan
dua konsep yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum membahas mengenai
kedudukan kurikulum dalam pendidikan. Sebab, dengan pemahaman yang jelas atas
kedua konsep tersebut diharapkan para pengelola pendidikan, terutama pelaksana
kurikulum, mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Kurikulum dan
Pendidikan bagaikan dua keping uang, antara yang satu dengan yang lainnya
saling berhubungan dan tak bisa terpisahkan.
Konsep kurikulum berkembang sejalan
dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan
aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Yang perlu mendapatkan penjelasan
dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang
kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang
studi:
Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi.
Kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di
sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu
kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang
tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu
kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil
persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan
pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup
tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu
sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem
persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem
kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara
menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya.
Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi
dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap danamis.
Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang
studi yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli
kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang
studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka
yang mendalami bidang kurikulum, mempelajari konsep-konsep dasar tentang
kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan,
mereka menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi
kurikulum.[3]
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman
dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah. Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk
mencapai tujuan pendidikan, yakni mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat
hidup di masyarakat. Makna dapat hidup di masyarakat itu memiliki arti luas,
yang bukan saja berhubungan dengan kemampuan peserta didik untuk
menginternalisasi nilai atau hidup sesuai dengan norma-norma masyarakat akan
tetapi juga pendidikan harus berisi tentang pemberian pengalaman agar anak
dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakat mereka. Dengan
demikian dalam sistem pendidikan kurikulum merupakan komponen yang sangat
penting, sebab di dalamnya bukan hanya menyangkut tujuan dan arah pendidikan
saja akan tetapi juga pengalaman belajar yang harus dimilki setiap siswa serta
bagaimana mengorganisasi pengalaman itu sendiri.
Kedudukan kurikulum ini sangat
strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di
dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses
pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan. Kurikulum
juga merupakan suatu rencana pendidikan memberikan pedoman dan pegangan tentang
jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan. Disamping kedua fungsi
itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni oleh para ahli
atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan
landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi
pendidikan.
Pendidikan berintikan interaksi
antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik
menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung
dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat. Dalam lingkungan
keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan
anak sebagai peserta didik. Interaksi ini berjalan tanpa rencana tertulis.
Sedangkan pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Guru
sebagai pendidik di sekolah telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga
pendidikan guru.
Dalam lingkungan masyarakat pun
terjadi berbagai bentuk interaksi pendidikan, dari yang sangat formal yang
mirip dengan pendidikan disekolah dalam bentuk kursus-kursus, sampai dengan
yang kurang formal seperti ceramah, serasehan, dan pergaulan kerja. Gurunya
juga bervariasi dari yang memiliki latar belakang pendidikan khusus sebagai
guru, sampai dengan yang melaksanakan tugas sebagai pendidik karena pengalaman,
kurikulumnya juga bervariasi. Dari yang memiliki kurikulum formal dan tertulis
sampai dengan rencana pelajaran yang hanya ada pada pikiran penceramah atau
moderator sarasehan.
Dari hal-hal yang diuraikan itu,
dapat ditarik kesimpulan berkenaan dengan pendidikan formal. Pertama, pendidikan formal memiliki
rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis,
jelas dan rinci. Kedua, dilaksanakan
secara formal, terencana, ada yang mengawasi dan menilai. Ketiga,
diberikan oleh pendidik atau guru yang memiliki ilmu dan ketrampilan khusus
dalam bidang pendidikan. Keempat,
interaksi pendidikan berlangsung dalam lingkungan tertentu, dengan fasilitas
dan alat serta aturan-aturan permainan tertentu pula.
Pendidikan formal memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga. pertama, pendidikan formal disekolah
memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas, bukan hanya berkenaan dengan
pembinaan segi-segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Kedua, pendidikan disekolah dapat
memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam. Ketiga, karena memiliki rancangan atau
kurikulum secara formal dan tertulis, pendidikan disekolah dilaksanakan secara
berencana, sistematis, dan lebih disadari. Karena yang memiliki rancangan atau
kurikulum formal dan tertulis adalah pendidikan disekolah.
Bahwa adanya rancangan atau kurikulum
formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan disekolah. Dengan kata
lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan disekolah. Kalau
kurikulum merupakan syarat mutlak, hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan
atau pengajaran. Dapat kita bayangkan, bagaimana bentuk pelaksanaan
suatu pendidikan atau pengajaran disekolah yang tidak memiliki kurikulum.
Kurikulum mengarahkan segala betuk
aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Disamping itu
kurikulum juga merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni oleh para ahli atau
spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberian
landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi
pendidikan. Dalam lingkungan sekolah pasti memiliki kurikulum. Pengajaran yang
direncanakan, terstruktur. Guru sebagai pendidik di sekolah telah dipersiapkan
secara formal dalam lembaga pendidikan guru. Sehingga peran guru dalam
pengembangan kurikulum juga sangat penting.
Berhubungan dengan itu, kedudukan
kurikulum dalam pendidikan adalah:
1.
Kurikulum
mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan.
2.
Kurikulum
bertujuan sebagai arah, pedoman, atau sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan
proses pembelajaran (belajar mengajar).
3.
Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan
pendidikan.
4.
Kurikulum
merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang
jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan.
Kedudukan kurikulum dapat dilihat
dari sistem pendidikan itu sendiri , pendidikan sebagai sistem tentu memiliki
berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling ketergantungan,
komponen-komponen pendidikan itu antara lain adalah tujuan pendidikan,
kurikulum pendidik, peserta didik, lingkungan, sarana dan pra sarana, manajemen,
serta teknologi. berdasarkan komponen-komponen ini jelas bahwa kurikulum
mempunyai kedudukan-kedudukan tersendiri dalam sistem pendidikan nasional.[4]
D.
Komponen Kurikulum
Kurikulum pada dasarnya merupakan
suatu sistem (system), artinya kurikulum tersebut merupakan suatu kesatuan atau
totalitas yang terdiri dari beberapa komponen, di mana antara komponen satu
dengan komponen lainnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam rangka
mencapai tujuan. Komponen-komponen kurikulum tersebut, yaitu tujuan, isi/materi,
strategi pembelajaran, dan evaluasi.
1.
Tujuan
kurikulum
Menggambarkan kualitas manusia yang
diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan demikian suatu tujuan
memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu
kurikulum. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap
pemilihan isi/bahan ajar, strategi pembelajaran, media, dan evaluasi. Bahkan
dalam berbagai model pengembangan kurikulum, tujuan dianggap sebagai dasar,
arah, dan patokan dalam menentukan komponen-komponen yang lainnya. Tujuan yang
harus dicapai dalam pendidikan di Indonesia bersifat hierarkis, yang terdiri
atas Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Mata Pelajaran,
dan Tujuan Instruksional (Umum dan Khusus).
2.
Isi/materi
kurikulum
Menempati posisi yang penting dan
turut menentukan kualitas pendidikan. Secara umum isi/materi kurikulum
merupakan pengetahuan ilmiah yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, dan
keterampilan yang perlu diberikan kepada siswa. Pengetahuan ilmiah tersebut
jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai isi
kurikulum. Oleh karena itu, perlu diadakan pilihan-pilihan. Untuk menentukan
pengetahuan mana saja yang akan dijadikan isi kurikulum, diperlukan berbagai
kriteria.
3.
Strategi
pembelajaran
Merupakan bagian integral dalam
pengkajian tentang kurikulum. Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan
siasat, cara atau sistem penyampaian isi kurikulum. Pada dasarnya ada dua jenis
strategi pembelajaran, yaitu strategi pembelajaran yang berorientasi kepada
guru (teacher oriented) dan yang berorientasi kepada siswa (student oriented).
Strategi pertama disebut model ekspositori atau model informasi, sedangkan
strategi kedua disebut model inkuiri atau problem solving. Strategi mana yang
digunakan atau dipilih biasanya diserahkan sepenuhnya kepada guru dengan
mempertimbangkan hakikat tujuan, sifat bahan/isi, dan kesesuaian dengan tingkat
perkembangan siswa.
4.
Komponen
evaluasi
Ditujukan untuk menilai pencapaian
tujuan kurikulum dan menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan.
Hasil evaluasi kurikulum dapat dijadikan umpan balik untuk mengadakan perbaikan
dan penyempurnaan kurikulum. Selain itu, hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai
masukan dalam penentuan kebijakan-kebijakan pengambilan keputusan tentang
kurikulum dan pendidikan. Gambaran yang komprehensif mengenai kualitas suatu
kurikulum, dapat dilihat dari komponen program, komponen proses pelaksanaan,
dan komponen hasil yang dicapai.[5]
E. Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum terdiri atas
sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan. Mata pelajaran
terdiri atas:
- Mata
pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan
pada setiap satuan atau jenjang pendidikan
- Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta
didik sesuai dengan pilihan mereka.
Kedua kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan)
terutama dikembangkan dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA dan
SMK) sementara itu mengingat usia dan perkembangan psikologis peserta didik
usia 7 – 15 tahun maka mata pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta
didik SD dan SMP.
1. Struktur
Kurikulum SD
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu
untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD Tahun I, II, dan
III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk Tahun IV, V, dan VI masing-masing
36 jam setiap minggu. Jam belajar SD adalah 40 menit.
Struktur Kurikulum SD adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
|
||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
||
Kelompok A
|
|||||||
1.
|
Pendidikan Agama
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
8
|
8
|
10
|
10
|
10
|
10
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
Kelompok B
|
|||||||
1.
|
Seni Budaya dan
Keterampilan
(termasuk muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
6
|
6
|
6
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah
Raga dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Jumlah Alokasi Waktu Per
Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
|
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi
kompetensi lebih kepada aspek intelektual dan afektif sedangkan kelompok B
adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
Integrasi konten IPA dan IPS adalah berdasarkan makna mata
pelajaran sebagai organisasi konten dan bukan sebagai sumber dari konten.
Konten IPA dan IPS diintegrasikan ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa
Indonesia dan Matematika yang harus ada berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.
Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran.
Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam 2 (dua) hal, yaitu integrasi sikap,
kemampuan/keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran serta
pengintegrasian berbagai konsep dasar yang berkaitan.
Tema memberikan makna kepada konsep dasar tersebut sehingga
peserta didik tidak mempelajari konsep dasar tanpa terkait dengan kehidupan
nyata. Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna nyata kepada peserta
didik.
Tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan
manusia. Keduanya adalah pemberi makna yang substansial terhadap bahasa, PPKn,
matematika dan seni budaya karena keduanya adalah lingkungan nyata dimana
peserta didik dan masyarakat hidup. Disinilah kemampuan dasar/KD dari IPA dan
IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain yang memiliki peran penting
sebagai pengikat dan pengembang KD mata pelajaran lainnya.
Berdasarkan sudut pandang psikologis, tingkat perkembangan
peserta didik tidak cukup abstrak untuk memahami konten mata pelajaran secara
terpisah-pisah. Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang
kuat untuk integrasi KD yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari
sudut pandang transdisciplinarity
maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak memberikan
keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya.
2. Struktur
Kurikulum SMP
Beban belajar di SMP untuk Tahun VII, VIII, dan IX
masing-masing 38 jam per minggu. Jam belajar SMP adalah 40 menit.
Struktur Kurikulum SMP adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
|
|||
VII
|
VIII
|
IX
|
||
Kelompok A
|
||||
1.
|
Pendidikan Agama
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
6
|
6
|
6
|
4.
|
Matematika
|
5
|
5
|
5
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
5
|
5
|
5
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
4
|
4
|
4
|
7.
|
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
Kelompok B
|
||||
1.
|
Seni Budaya (termasuk
muatan lokal)
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah
Raga, dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Prakarya
(termasuk muatan lokal)
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah Alokasi Waktu Per
Minggu
|
38
|
38
|
38
|
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi
kompetensi lebih kepada aspek intelektual dan afektif sedangkan kelompok B
adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
3. Struktur
Kurikulum SMA
Untuk menerapkan konsep kesamaan antara SMA dan SMK maka
dikembangkan kurikulum Pendidikan Menengah yang terdiri atas Kelompok mata
pelajaran Wajib dan Mata pelajaran Pilihan. Mata pelajaran wajib sebanyak 9
(Sembilan) mata pelajaran dengan beban belajar 18 jam per minggu. Konten
kurikulum (Kompetensi Inti/KI dan KD) dan kemasan konten serta label konten
(mata pelajaran) untuk mata pelajaran wajib bagi SMA dan SMK adalah sama.
Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta didik adalah subjek dalam
belajar dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai dengan minatnya.
Mata pelajaran pilihan terdiri atas pilihan akademik (SMA)
serta pilihan akademik dan vokasional (SMK). Mata pelajaran pilihan ini
memberikan corak kepada fungsi satuan pendidikan dan di dalamnya terdapat
pilihan sesuai dengan minat peserta didik. Beban belajar di SMA untuk Tahun X,
XI, dan XII masing-masing 43 jam belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45
menit.
Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah kelompok mata
pelajaran wajib sebagai berikut.
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
|
|||
X
|
XI
|
XII
|
||
Kelompok Wajib
|
||||
1.
|
Pendidikan Agama
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4.
|
Matematika
|
4
|
4
|
4
|
5.
|
Sejarah Indonesia
|
2
|
2
|
2
|
6.
|
Bahasa Inggris
|
2
|
2
|
2
|
7.
|
Seni Budaya
|
2
|
2
|
2
|
8.
|
Prakarya
|
2
|
2
|
2
|
9.
|
Pendidikan Jasmani, Olah
Raga, dan Kesehatan
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah Jam Pelajaran Kelompok Wajib per minggu
|
23
|
23
|
23
|
|
Kelompok Peminatan
|
||||
Mata Pelajaran Peminatan
Akademik (SMA)
|
20
|
20
|
20
|
|
Mata Pelajaran Peminatan
Akademik dan Vokasi (SMK)
|
28
|
28
|
28
|
Kompetensi Dasar mata
pelajaran wajib memberikan kemampuan dasar yang sama bagi tamatan Pendidikan
Menengah antara mereka yang belajar di SMA dan SMK.
Bagi mereka yang memilih SMA tersedia pilihan kelompok
peminatan (sebagai ganti jurusan) dan pilihan antar kelompok peminatan dan
bebas. Nama Kelompok Peminatan digunakan karena memiliki keterbukaan untuk
belajar di luar kelompok tersebut sedangkan nama jurusan memiliki konotasi
terbatas pada apa yang tersedia pada jurusan tersebut dan tidak boleh mengambil
mata pelajaran di luar jurusan.
Struktur Kelompok Peminatan Akademik (SMA) memberikan keleluasaan bagi peserta didik sebagai
subjek tetapi juga berdasarkan pandangan bahwa semua disiplin ilmu adalah sama
dalam kedudukannya. Nama kelompok minat diubah dari IPA, IPS dan Bahasa menjadi
Matematika dan Sains, Sosial, dan Bahasa. Nama-nama ini tidak diartikan sebagai
nama kelompok disiplin ilmu karena adanya berbagai pertentangan fisolosfis
pengelompokan disiplin ilmu. Berdasarkan filosofi rekonstruksi sosial maka nama
organisasi kurikulum tidak terikat pada nama disiplin ilmu.
Terlampir di bawah adalah mata pelajaran peminatan dan mata
pelajaran pilihan (pendalaman minat dan lintas minat).
MATA PELAJARAN
|
Kelas
|
||||
X
|
XI
|
XII
|
|||
Kelompok Wajib
|
23
|
23
|
23
|
||
Peminatan Matematika dan Sains
|
|||||
I
|
1
|
Matematika
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Biologi
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Fisika
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Kimia
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan Sosial
|
|||||
II
|
1
|
Geografi
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Sejarah
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Sosiologi dan Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Ekonomi
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan Bahasa
|
|||||
III
|
1
|
Bahasa dan Sastra Indonesia
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Bahasa dan Sastra Inggris
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Bahasa dan Sastra Asing lainnya
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Sosiologi dan Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
|
Mata Pelajaran Pilihan
|
|||||
Pilihan Pendalaman Minat atau Lintas Minat
|
6
|
4
|
4
|
||
Jumlah Jam Pelajaran Yang Tersedia
|
73
|
75
|
75
|
||
Jumlah Jam Pelajaran Yang harus Ditempuh
|
41
|
43
|
43
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut UU no. 20 tahun
2003, kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”. (Bab I Pasal 1 ayat 19).
Secara umum fungsi kurikulum adalah
sebagai alat untuk membantu peserta didik untuk mengembangkan pribadinya ke
arah tujuan pendidikan. Kurikulum itu segala aspek yang mempengaruhi peserta
didik di sekolah, termasuk guru dan sarana serta prasarana lainnya.
Konsep kurikulum berkembang sejalan
dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, ada tiga konsep kurikulum
yaitu: kurikulum sebagai suatu substansi, kurikulum sebagai suatu system dan
kurikulum sebagai suatu bidang studi. Sementara Kurikulum berfungsi sebagai
pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah.
Kurikulum pada dasarnya merupakan
suatu sistem (system), artinya kurikulum tersebut merupakan suatu kesatuan atau
totalitas yang terdiri dari beberapa komponen, di mana antara komponen satu
dengan komponen lainnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam rangka
mencapai tujuan. Komponen-komponen kurikulum tersebut, yaitu tujuan,
isi/materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi.
Struktur kurikulum terdiri atas
sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan. Mata pelajaran
terdiri atas:
- Mata
pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan
pada setiap satuan atau jenjang pendidikan
- Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta
didik sesuai dengan pilihan mereka.
Sebelum penulis mengakhiri tulisan
ini, ada baiknya saya sampaikan dengan segumpal saran kepada pihak-pihak di
bawah ini:
1. Kepada
pemerintah supaya selalu memberikan yang terbaik agar identitas pendidikan
Islam di Negara ini tetap baik.
2. Kepada
pemerintah, pengelola lembaga pendidikan dan akademisi agar selalu berupaya
memberikan perubahan yang positif terhadap Negara demi keberlangsungan
pendidikan karakter dan revolusi mental sehingga program nawacita pemerintah
bias berjalan dengan harapan bangsa Indonesia.
3. Kepada
para pembaca janga tergesa-gesa dalam bertindak, Sesungguhnya, sesuatu yang tergesa-gesa itu bersumber dari setan dan
tidak akan mengoptimalkan kinerja dan hasil kerja yang baik.
Akhirnya,
semoga tulisan ini bisa menjadi tambahan ilmu, pengetahuan, petunjuk kehidupan
yang senantiasa bermanfaat, berbarokah dan berhikmah. Amien....
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, O, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011).
Jauhari, Idris, Ilmu Jiwa
Pendidikan, (Al-Amien Prenduan : Mutiara Pres, 2009),
Cet. Ke-2
McNeil, John
D. Curriculum a Comprehensive Introduction, (Fourth Edition. London, England,
Foresman/Littlem Brown Higher Education. A Division & Illionois. 1990).
Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori
dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
Pasal
I ayat 5, Peraturan Menteri Agama
RI Nomor 18 Tahun 2014
Sanjaya, W. 2007. Kajian
Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: PPs UPI
http://dwimunawar.blogspot.co.id/2016/03/makalah-fungsi-dan-kedudukan-kurikulum
[1]Idris Jauhari, Ilmu Jiwa
Pendidikan,
(Al-Amien Prenduan : Mutiara Pres, 2009), Cet. Ke-2, h. 1
[2] Pasal I ayat 5, Peraturan Menteri Agama
RI Nomor 18 Tahun 2014
[3] Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
[4]
http://dwimunawar.blogspot.co.id/2016/03/makalah-fungsi-dan-kedudukan-kurikulum
[5]
(http://www.gurungapak.com/2016/04/komponen-kurikulun-peran-dan-posisi.html?m=1)
0 comments:
Post a Comment