Oleh. Ach Fauzi Pratama
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
Islam adalah salah satu kunci utama yang paling mendasar yang harus dipahami
oleh setiap umat Islam, terlebih lagi ketika mereka ingin memahami segala hal
yang berhubungan dengan hukum dan dasar sesuatu hal. Pendidikan islam tentunya
harus mengacu pada ajaran dasar Islam itu sendiri, terutama menjelaskan apa itu
dunia dan akhirat, karena dua hal itu merupakan hal terpenting dalam kehidupan.
Sebenarnya pendidikan
Islam sangatlah ideal karena selalu mencontoh pada prilaku atau keteladanan
Nabi Muhammad SAW karena hal tersebut memberi respons dan solusi positif
terhadap permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan fitrah individu dan
kelompok.
Pada masa-masa awal
perkembangan Islam di nusantara, kiai/ulama menjadi ujung tombak pendidikan
Islam dengan gaya klasikal yang telah mengakar di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Dalam hemat penulis ulama’-ulama’ terdahulu
mengenalkan agama Islam sekaligus memanfaatkan untuk memberikan pendidikan
dengan ajaran Islam secara utuh. Jadi pendidikan Islam sudah
lahir sejak lama dan pengaruhnya sangat besar sekali bagi hitam-putih kehidupan
masyarakat Islam di nusantara hingga sekarang.
Tingkatan nomenklatur
pendidikan islam di Indonesia sangatlah bervariasi, mulain dari Raudatul
Athfal/TK, MI sampai ke perguruan tinggi baik yang dikelola oleh swasta ataupun
pemerintah, sehingga output yang dihasilkan pun berbeda-beda sebab di lembaga
pendidikan juga mengadopsi muatan-muatan pendidikan lokal atau yang biasa
disebut dengan kurikulum mandiri.
Secara umum
lembaga pendidikan di Indonesia dikelola oleh pemerintah dan swasta, di samping
itu dalam nomenklatur pemerintah pengelolaan pendidikan di Indonesia dikelolah
oleh dua instansi, yaitu kementerian agama dan kementerian pendidikan dan
kebudayaan. Kementerian agama mengelola lembaga pendidikan agama islam, seperti
MI, MTs, Madrasah Diniyah, pesantren hingga perguruan tinggi islam, sementara
kementerian pendidikan dan kebudayaan mengelola sekolah dasar (SD), sekolah
menengah pertama (SMP) hingga perguruan tinggi.
Akhir-akhir ini, potret
pendidikan islam di Indonesia khususnya madrasah diniyah kembali dilanda delima
atas peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan, di mana sekolah-sekolah
dibawah naungannya akan menerapkan program Full Day School (FDS) dalam upaya
menanamkan nila-nilai keagaam dan pendidikan karakter di kalangan pelajar atau
peserta didik, lalu bagaimana nasib madrasah diniyah?.
Maka, makalah
ini mencoba memberikan gambaran tentang pendidikan islam di Indonesia sebagai
upaya untuk saling belajar dan bertukar fikiran mengenai potret pendidikan
islam di Indonesia.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulis menentukan identifikasi masalah sebagai
berikut :
1.
Pengertian, dasar dan tujuan pendidikan Islam
2.
Identitas pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional
3.
Dampak program full day school (FDS) dalam
pendidikan Islam di Indonesia
C. Perumusan
Masalah
Berdasarkan uraian di atas yang telah penulis paparkan maka
di dalam karya ilmiyah ini terdapat rumusan masalah yang harus dirumuskan dan dijelaskan secara mendalam. Adapun
rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian, dasar dan tujuan pendidikan
Islam ?
2.
Bagaimana identitas
pendidikan Islam dalam sistem
pendidikan nasional ?
3.
Bagaimana dampak program full day school
(FDS) dalam pendidikan Islam di Indonesia?
D. Tujuan
Karya
ilmiyah ini dilakukan dengan tujuan-tujuan yang telah penulis sesuaikan dengan
rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengertian,
dasar dan tujuan pendidikan Islam
2. Memahami Identitas pendidikan islam dalam
sistem pendidikan nasional
3. Mengetahui
dampak program full day school (FDS) dalam pendidikan Islam di Indonesia
E. Manfaat
Melalui proses penulisan ini, penulis berharap
mampu memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan pemahaman Alternatif kepada siapa saja tentang konsep dan pengertian, dasar dan tujuan pendidikan Islam
2. Sebagai literatur
3. Sama-sama belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti, Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Menurut Imam Bawani di dalam
buku yang ditulis oleh Roqib menyebutkan bahwa pendidikan
islam pada hakikatnya adalah proses perubahan menuju arah positif. Dalam konteks
sejarah perubahan yang positif ini adalah jalan Tuhan yang telah dilaksanakan
sejak zaman Nabi Muhammad. Pendidikan Islam dalam konteks perubahan ke arah
positif ini identik dengan kegiatan dakwah yang biasanya dipahami sebagai upaya
untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat.
Jelasnya
pendidikan adalah suatu tuntutan hidup agar manusia tumbuh dan berkembang
menjadi Insan Kamil seperti halnya
mencontoh prilaku nabi dan di dalam islam dakwah juga merupakan media
pendidikan dalam artian mngajarkan dan mnyerukan kebaikan.
Pendidikan Islam adalah
usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yangs esuai dengan
ajaran Islam, memikirkan, memutuskan, dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam
serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu adalah suatu pengajaran dan
bimbingan terhadap anak didik agar bisa bertanggung jawab terhadap dirinya
sesuai tipikal yang dimiliki setelah proses pendidikan pendidikan itu
berlangsung.
Kemudian
di dalam buku yang ditulis oleh Nik Haryanti, Azyumardi Azra
menjelaskan bahwa pengertian pendidikan
secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistem
keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian baru yang secara implisit
menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Pengertian
pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren dalam
konotasi istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang harus
dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat
dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya
dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu sekaligus
menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam informal, formal, dan nonformal
(Azyumardi Azra, 2002: 5).
Jadi, di dalam pendidikan tidak hanya terdapat ta’lim saja melainkan ta’dib hal
ini merupakan proses pembentukan peserta didik agar memiliki karakter karimah. Sehingga
tingkah lakunya tetap baik dalam dalam bermu’amalah, baik kepada Tuhannya,
rasulnya, manusia dan lingkungannya. Dari sini kita bias melihat bahwa
pendidikan islam tidak hanya mengedepankan pengajaran semata melainkan
pembentukan karakter dalam diri peserta didik.
2. Dasar Pendidikan Islam
Setiap sesuatu tentu memiliki dasar dan
landasan untuk memperkuat suatu proses yang dilaksanakan, dasar dan landasan
ini tidak hanya menjadi sandaran bagi jalannya pendidikan islam itu sendiri,
akan menjadi sumber utama bagi pendidikan islam itu sendiri.
Dasar pelaksanaan pendidikan Islam terutama
adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dalam Al-Qur’an, surat Asy-Syura, ayat 52:
“Dan demikianlah Kami wahyukan
kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah
mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman
itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia
siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu
benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
Hadis Nabi
Muhammad saw yang artinya:
“Sesungguhnya
orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak
taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal
pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan
memperoleh kemenangan ia” (Al-Gazali, Ihya’ Ulumuddin hlm. 90).
Dari
ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi di atas dapat diambil titik relevansinya sebagai
dasar pendidikan agama, mengingat:
1.
Bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada umat
manusia untuk memberi petunjuk ke arah jalan hidup yang lurus dalam arti memeri
bimbingan dan petunjuk ke arah jalan yang diridloi Allah SWT.
2.
Menurut Hadis Nabi, bahwa di antara sifat
orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat
diformulasikan sebagai usaha dan dalam bentuk pendidikan Islam.
3.
Al-Qu’an dan Hadis tersebut menerangkan bahwa
Nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga
beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan
bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Dengan demikian, sangat jelas bahwa dasar pendidikan islam bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadits. Dalam artian, dasar2 tersebut hadir untuk memperbaiki
umat manusia agar saling memiliki rasa iba, mengingatkan, membagi ilmu
pengetahuan sehingga anatara yang satu dengan lain menjaga akhlak atau tingkah
laku serta sikap bagaimana menuntut ilmu yang diajarkan oleh agama islam
sendiri.
3. Tujuan Pendidikan
Islam
Yusuf amir feisal
membagi tujuan
pendidikan Islam sebagai berikut :
a.
Membentuk manusia muslim yang dapat
melaksanakan ibadah mahdloh
b.
Membentuk manusia muslim disamping dapat
melaksanakan ibadah mahdlah dapat juga melaksanakn ibadah muamalah dalam
kedudukannya sebagai orang per orang atau sebagai anggota masyarakat dalam
lingkungan tertentu.
c.
Membentuk warga negara yang bertanggungjawab
pada Allah SWT sebagai pencipta-Nya
d.
Membentuk dan mengembangkan tenaga
professional yang siap dan terampil atau tenaga setengah terampil untuk
memungkinkan memasuki masyarakat.
e.
Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu agama
dan ilmu -ilmu Islam yang lainnya
Di sini sudah
cukup jelas sekali bahwa tujuan pendidikan agama islam semata-mata untuk beribadah kepada Allah, bermanfaat bagi sesama dan mempersiapkan peserta didik dengan dibekali ilmu-ilmu agama sehingga
nantinya bergunan di masyarakat dengan berbagai
disiplin ilmu yang dimiliki.
B. Identitas Pendidikan
Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Pada masa-masa awal
perkembangan Islam di nusantara, kiai/ulama menjadi ujung tombak pendidikan
Islam dengan gaya klasikal yang telah mengakar di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Dalam hemat penulis ulama’-ulama’ terdahulu
mengenalkan agama Islam sekaligus memanfaatkan untuk memberikan pendidikan
dengan ajaran Islam secara utuh. Jadi pendidikan Islam
sudah lahir sejak lama dan pengaruhnya sangat besar sekali bagi hitam-putih
kehidupan masyarakat Islam di nusantara hingga sekarang.
Setelah
kemerdekaan Indonesia dicapai dan dirasakan oleh segenap rakyat indonesia.
Departemen agama (didirikan pada 3 januari 1946), dengan dimotori KH. Wahid
Hasyim, secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia.
Orientasi usaha departemen agama dalam bidang pendidkan Islam bertumpu pada
aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah sekolah, di
samping pada pengembangan madrasah itu sendiri.Untuk mewujudkan aspirasi
tersebut dibentuklah panitia penyelidik pengajaran RI yang diketuai oleh Ki
Hajar Dewantara. Dari hasil penyelidikan itu diperoleh laporan (2 Juni 1946)
bahwa pengajaran yang terbentuk dan madrasah perlu untuk dipertinggi dan
modernisasi serta diberikan bantuan biaya dan lain-lain sesuai dengan yang
telah diputuskan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP)
akhir tahun 1945.BPKNIP adalah pelaksana sehari-hari tugas komite nasional
Indonesia pusat. Sejalan dengan BPKNIP dan panitia penyelidik pengajaran RI,
keluarlah undang-undang pendidikan No. 4/1950, yang kemudian ditindak lanjuti
oleh keputusan bersama menteri pendidikan dan kebudayaan dan Agama pada tahun
1951. Inti dari keputusan bersama tersebut adalah bahwa pelajaran agama harus
diajarkan di sekolah-sekolah umum dan bahwa belajar di sekolah agama yang telah
mendapat pengakuan dari kementrian agama telah memenuhi wajib belajar.
Dengan demikian perkembangan pendidikan islam yang dikembangkan oleh banyak
lembaga pendidikan mendapat pengakuan dari pemerintah, baik menyatu dengan satuan pendidikan nasional ataupun secara
kelembagaan.
1.
Jenis Jenis
Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Perkembangan lembaga pendidikan islam di
Indonesia terdapat tiga jenis lembaga pendidikan:
a. Lembaga
Pendidikan Non Formal
Lembaga
pendidikan non formal ini, terdapat atau dilaksanakan di langgar-langgar kecil,
pondok pesantren salaf, pengajian kitab kuning, lembaga kursus dan lembaga
lainnya yang masih menggunakan gaya klasikal. Hal tersebut diperkuat oleh undang undang Republik Indonesia Nomor 20 TAHUN 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 26 ayat 4 bahwa satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,
pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta satuan pendidikan
sejenis.
b. Lembaga Pendidikan Formal
Penulis akan membagi lembaga pendidikan
formal berdasarkan undang undang Republik Indonesia Nomor 20 TAHUN 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal Pasal 17 ayat dua disebutkan bahwa Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah
(MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
Pada pasal Pasal 18 ayat 3 Pendidikan menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat. Selanjutnya pasal 20 pada ayat 1 disebutkan Pendidikan Tinggi dapat
berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, atau Universitas.
Dari undang-undang tersebut, sangatlah jelas bahwa lembaga
pendidikan Islam meliputi: Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) hingga perguruan
tinggi Islam.
c. Perpaduan Non
Formal dan Formal (mua’dalah)
Lembaga Pendidikan semacam ini terdapat di
dunia pesantren, memelihara dan mengembangkan model pendidikan pesantren dengan
perpaduan kurikulum nasional yang dikemas baik secara kelembagaan (mua’dalah),
hal ini diperkuat oleh Peraturan Menteri Agama RI Nomor 18 Tahun Tahun 2014.
Kemudian, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pendidikan keagamaan,
hal tersebut menurut penulis untuk memperjelas atau memperkuat sehingga secara sistematis
dapat dibedakan yang berkaitan tentang pendidikan islam dan agama lainnya
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik
Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan
Pasal 14 menyebutkan bahwa: 1)
Pendidikan keagamaan Islam berbentuk
pendidikan diniyah dan pesantren. 2)
Pendidikan diniyah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. 3)
Pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu)
atau berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalur formal, nonformal,
dan informal.
Selanjunta
Pasal 15 menyebutkan Pendidikan diniyah formal menyelenggarakan pendidikan
ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Kemudian
dalam peraturan ini Pasal 21 menyebutkan
1) Pendidikan
diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim,
Pendidikan Al Qur'an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis.
2) Pendidikan
diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan
pendidikan.
3) Pendidikan
diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan
izin dari kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan
tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan.
Dengan
demikian, berarti pendidikan islam di Indonesia sudah memiliki regulasi
sehingga pengelolaah dalm proses pendidikan pemeritah bias ikut andil dan
berkontribusi besar, sebab pendidikan adalah pundak Negara dalam memajukan
generi harapan bangsa.
2.
Kurikulum
Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Sebelum penulis menjelaskan mengenai
kurikulum Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, terlebih dahulu
penulis akan menjelaskan mengenaik kurikulum pendidikan islam itu sendiri.
Menurut Abdurrahman kurikulum yang dikembangkan dan dipelajari dikelompokkan
pada tiga bidang yaitu:
1)
Tekhnis; seperti fiqh, ilmu mustholah
hadits, ilmu tafsir, hisab, mawaris, ilmu falaq.
2)
Hafalan; seperti pelajaran Al-Qur’an, ilmu
bahasa Arab.
3)
Ilmu yang bersifat membina emosi keagamaan;
seperti aqidah, tasawuf dan akhlaq.
Selanjunya penulis akan menguraikan kurikulum
pendidikan islam dalam Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana yang disebutkan
dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS),
pada pasal pada Bab X Pasal 36 disebutkan bahwa;
1)
Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2)
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik.
3)
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan:
a)
peningkatan iman dan takwa;
b)
peningkatan akhlak mulia;
c)
peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat
peserta didik;
d)
keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e)
tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f)
tuntutan dunia kerja;
g)
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni;
h)
agama;
i)
dinamika perkembangan global; dan
j)
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
4)
Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya
pada Pasal 37 juga disebutkan bahwa;
1)
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat:
a. pendidikan
agama; b. pendidikan kewarganegaraan; c. bahasa; d. matematika; e. ilmu
pengetahuan alam; f. ilmu pengetahuan sosial; g. seni dan budaya; h. pendidikan
jasmani dan olahraga; i. keterampilan/kejuruan; dan j. muatan lokal.
2)
Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: a.
pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; dan c. bahasa.
3)
Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Jika diamati kurikulum dalam sisdiknas tersebut
tentu memberikan legalitas atau ruang terhadap pendidikan islam sebagai satuan
pendidikan nasional, sehingga dalam hal ini, meski sejak zaman kemerdekaan
system pendidikan nasional sering berubah-berubah namun hal tersebut tidak
menutup kaca bagi pekembangan kurikulum national.
3.
Struktur
Organisasi di Pemerintahan
Sebenarnya struktur organisasi di pemeintahan
sudah lama dibentuk hal ini berjalan sejak atau pasca kemerdekaan republik Indonesia,
terakhir pemerintah membuat peraturan baru dalam mengelola system pendidikan
islam.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47
Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, dan Peraturan
Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dam Fungsi Kementerian
Negara serta Susunan Organiasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.
Sebagai tindak lanjutnya ditetapkanlah Peraturan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementeri Agama.
Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam dibagi
menjadi 5 Direktorat, yaitu :
1.
Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam
2.
Direktorat Pendidikan Madrasah
3.
Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok
Pesantren
4.
Direktorat Pendidikan Agama Islam
5.
Direktorat Pendidikan Tinggi Islam
Dengan
demikian, posisi pendidikan islam di Indonesia sangat diperhatikan dan bagi
penulis pendidikan agama Islam menjadi ujung tombak untuk masa depan Indonesia.
C. Dampak Program
Full Day School (FDS) dalam Pendidikan Islam di Indonesia
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik
Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan
Pasal 14 menyebutkan bahwa:
1)
Pendidikan keagamaan Islam berbentuk
pendidikan diniyah dan pesantren.
2) Pendidikan
diniyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal.
Artinya
pendidikan diniyah atau keagamaan memiliki jenis-jenis lembaga pendidikan,
mulai dari formal dan lainnya. Hal tersebut sudah diatur jenjang-jenjang
pendidikannya dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007
tersebut.
Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan
ilmu – ilmu agama (diniyah). Madrasah ini dimaksudkan sebagai lembaga
pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang belajar di sekolah umum. Jelasnya
madrasah diniyah ini lahir untuk menjadi penupang dan mengembangkan potensi dan
mental siswa dalam hal keagamaan, sebab pelajaran agama di sekolah umum tidak
seperti di madrasah diniyah yang jauh lebih luas pemaparannya.
Beberapa bulan
terakhir dunia pendidikan islam khusunya pendidikan diniyah yang dilaksanakan
pada sore hari dilanda bencana regulasi pendidikan sebab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir
Effendy mengeluarkan kebijakan baru bahwa sekolah negeri dan swasta
harus menerapkan program full day school
(FDS).
Berbicara program full day school (FDS) sebenarnya bukan hal baru dalam dunia pendidikan, misalnya lembaga
pendidikan pondok pesantren. Program pendidikan di pondok pesantren bukan hanya
Full Day School (FDS) akan tetapi
full years school atau berjalan
selama 24 Jam, yang mana proses pendidikan tidak hanya di waktu pelajaran
formal ataupun kegiatan belajar mengajar di kelas. Akan tetapi di luar kelas
para santri atau peserta didik tidak
lepas dari proses pendidikan artinya program pendidikan pondok pesantren
menyangkut atau mengikat atas segala aspek kehidupan para santri atau peserta
didik, misalnya kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan ektra, kegiatan
ibadah santri dan lainnya.
Peraturan menteri pendidikan Nomor 23 Tahun 2017 tentang full day school tentu menyumbang konflil pendidikan islam di indonesia sebab
full day school tersebut tidak diterima oleh mayotas kalangan ulama atapun para santri
sebab disadari atau tidak peraturan menteri pendidikan tersebut hanya menjadi
problem bagi dunia pendidikan islam khususnya madrasah diniyah, tidak hanya
pada program diniyahnya akan tetapi kepada para siswa dan para guru.
Para siswa akan delima sekali sebab wajib belajar mereka sampai sore
hari sementara pada sore hari mereka belajar di madrasah diniyah, tidak hanya
dalam hal pendidikan saja, melainkan waktu mereka membantu kedua orang tua
tentu akan terkuras dengan diberlakukan program tersebut. Kemudia para asatidz
atau para guru hanya bias gigit jari sebab mereka delima akan kebijakan ini,
sementara profesi mereka sebagai guru diniyah tidak berpihak sebab para siswa
tersandung kebijakan tersebut.
Protes dan rasa ketidak persetujuan terhadap peraturan menteri
pendidikan Nomor 23 Tahun 2017 yang dilakukan oleh ulama atau ormas islam yang
sudah menyeleggaran program pendidikan diniyah dari abad-abad silam berbuah
pencabutan atau dibatalkan permen tersebut oleh Presiden Ir. H. Joko Widodo atas desakan dan protes tersebut, sebab madrasah
diniyah asli lembaga pendidikan khas nusantara. Awal mula pembatalan Peraturan
menteri pendidikan Nomor 23 Tahun 2017 disambut baik oleh kalangan ulama,
santri para guru madrasah diniyah, akan tetapi kekisruhan tersebut masih
berlanjut sebab pemerintah akan mengganti permendikbud tersebut dengan Peraturan
presiden.
Sementara itu terlepas dari kekisruhan tersebut, program full day school (FDS) tersebut sangat baik sekali untuk membangun
identitas pendidikan di Indonesia, akan tetapi tidak bisa dilakukan saat ini
sebab haru ada regulasi yang mengatur tentang tenaga pendidik, sebab kebanyakan
guru-guru pendidikan diniyah tidak sampai sarjana hanya lulusan pesantren. Jika
pengagguran di Indonesia akan bertambah banyak. Di samping tenaga pendidik, regulasi
tersebut harus mengatur soal anggaran pendidikan, baik untuk oprasional
sekolah, sarana dan prasarana dan SDM (siswa dan guru) sebab program full day school (FDS) tersebut tidak hanya untuk sekolah negeri
akan tetapi swasta harus melaksanakan. Jika kita melihat di Negara lain,
pendidikan program full day school
(FDS) sudah
berjalan dan menjadi wajib belajar bagi anak-anak, misalnya di Korea Selatan,
di Negara tersebut program full day school
(FDS) merupakan
makanan setiap hari, sebab para siswa dari sekolah menengah hingga perguruan
tinggi menghabiskan waktu di sekolah ataupun di perguruan tinggi, namun semua
itu didukung oleh anggaran yang memadai dan pendidikan yang bekualitas.
Selanjutnya
penulis berharap kekisruhan ini segera berakhir dan presiden bersikap
independen jika pada akhirnya mengeluarkan perpres, tidak merugikan dan tidak
mnguntungkan kelompok tertentu, akan sama-sama menguntungkan untuk program
pendidikan ke depan, agar Negara ini menjadi Negara yang madani.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan
Agama Islam adalah segala upaya yang diproses untuk menanamkan nilai-nilai
islam kepada peserta didik untuk kehidupan sehari-hari sehingga menjadi
masyarakat yang berkarakter ahklakul karimah dan menjadi masyarakat yang
madani. Konsep dasar pendidikan islam berasal kitab suci Al-Qur’an dan Hadits,
dari keduanya ini ilmu-ilmu pendidikan islam berasal sehingga pendidikan islam mudah
pahami, memberikan petunjuk. Tujuan pendidikan islam hanya semata-mata beriman
kepada Allah dan mengamalkan Al-Qur’an dan Hadits serta membentuk
pribadi-pribadi yang diharapkan bangsa Negara dan agama.
Posisi
pendidikan islam dalam system pendidikan nasional merupakan pendidikan karakter
yang bersifat keagamaan, untuk itu pendidikan islam dalam sisdiknas mampu
memasuki dan menyelenggarakan lembaga pendidikan formal, non forma dan
informal, baik dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi yang kesemuanya
dikelola oleh negeri dan adapula yang dikelola oleh swasta. Dalam hal ini
pemerintah juga membuat struktur organisasi dalam menjalankan program
pendidikan islam di Indonesia.
Program full
day school (FDS) yang lagi kisruh saat ini menjadi hambatan yang sangat besar
karena model pendidikan islam khusunya lembaga pendidikan diniyah akan
terganggu dalam menjalankan program pendidikan, sebab peraturan program full
day school (FDS) tidak memberikan ruang terhadap peserta didik untuk mengenyam
pendidikan islam di lembaga pendidikan diniyah. Oleh sebab itu, presiden harus
mampu bersifat independen tidak berpihak kepada siapapun demi kelancaran
program kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan Indonesia.
Sebelum
penulis mengakhiri tulisan ini, ada baiknya saya sampaikan dengan segumpal
saran kepada pihak-pihak di bawah ini:
1. Kepada pemerintah supaya selalu memberikan yang
terbaik agar identitas pendidikan Islam di Negara ini tetap baik.
2. Kepada pemerintah, pengelola lembaga pendidikan dan akademisi
agar selalu berupaya memberikan perubahan yang positif terhadap Negara demi
keberlangsungan pendidikan karakter dan revolusi mental sehingga program
nawacita pemerintah bias berjalan dengan harapan bangsa Indonesia.
3.
Kepada para pembaca janga tergesa-gesa dalam bertindak,
Sesungguhnya, sesuatu yang
tergesa-gesa itu bersumber dari setan dan tidak akan mengoptimalkan kinerja dan
hasil kerja yang baik.
Akhirnya, semoga tulisan ini bisa menjadi tambahan ilmu,
pengetahuan, petunjuk kehidupan yang senantiasa bermanfaat, berbarokah dan
berhikmah. Amien....
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).
Feisal, Jusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta :
Gema Insani Press,1995).
Masykhur,
Anis, Menakar Modernisasi Pendidikan
Pesantren, (Depok, Barnea Pustaka: 2010).
Nasir, Ridlwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010).
Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: PT LKis,
2009), Cet. Ke-1.
Zahairimi, dkk., Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta, Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke-5.
Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: PT LKis, 2009), Cet. Ke-1,
hlm.18-19
Zahairimi, dkk., Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke-5, hlm. 152