Potret Pendidikan Islam di Indonesia

Oleh. Ach Fauzi Pratama
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah salah satu kunci utama yang paling mendasar yang harus dipahami oleh setiap umat Islam, terlebih lagi ketika mereka ingin memahami segala hal yang berhubungan dengan hukum dan dasar sesuatu hal. Pendidikan islam tentunya harus mengacu pada ajaran dasar Islam itu sendiri, terutama menjelaskan apa itu dunia dan akhirat, karena dua hal itu merupakan hal terpenting dalam kehidupan.
Sebenarnya pendidikan Islam sangatlah ideal karena selalu mencontoh pada prilaku atau keteladanan Nabi Muhammad SAW karena hal tersebut memberi respons dan solusi positif terhadap permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan fitrah individu dan kelompok.
Pada masa-masa awal perkembangan Islam di nusantara, kiai/ulama menjadi ujung tombak pendidikan Islam dengan gaya klasikal yang telah mengakar di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dalam hemat penulis ulama’-ulama’ terdahulu mengenalkan agama Islam sekaligus memanfaatkan untuk memberikan pendidikan dengan ajaran Islam secara utuh. Jadi pendidikan Islam sudah lahir sejak lama dan pengaruhnya sangat besar sekali bagi hitam-putih kehidupan masyarakat Islam di nusantara hingga sekarang.
Tingkatan nomenklatur pendidikan islam di Indonesia sangatlah bervariasi, mulain dari Raudatul Athfal/TK, MI sampai ke perguruan tinggi baik yang dikelola oleh swasta ataupun pemerintah, sehingga output yang dihasilkan pun berbeda-beda sebab di lembaga pendidikan juga mengadopsi muatan-muatan pendidikan lokal atau yang biasa disebut dengan kurikulum mandiri.
Secara umum lembaga pendidikan di Indonesia dikelola oleh pemerintah dan swasta, di samping itu dalam nomenklatur pemerintah pengelolaan pendidikan di Indonesia dikelolah oleh dua instansi, yaitu kementerian agama dan kementerian pendidikan dan kebudayaan. Kementerian agama mengelola lembaga pendidikan agama islam, seperti MI, MTs, Madrasah Diniyah, pesantren hingga perguruan tinggi islam, sementara kementerian pendidikan dan kebudayaan mengelola sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) hingga perguruan tinggi.
Akhir-akhir ini, potret pendidikan islam di Indonesia khususnya madrasah diniyah kembali dilanda delima atas peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan, di mana sekolah-sekolah dibawah naungannya akan menerapkan program Full Day School (FDS) dalam upaya menanamkan nila-nilai keagaam dan pendidikan karakter di kalangan pelajar atau peserta didik, lalu bagaimana nasib madrasah diniyah?.
Maka, makalah ini mencoba memberikan gambaran tentang pendidikan islam di Indonesia sebagai upaya untuk saling belajar dan bertukar fikiran mengenai potret pendidikan islam di Indonesia.
B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menentukan identifikasi masalah sebagai berikut :
1.    Pengertian, dasar dan tujuan pendidikan Islam
2.    Identitas pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional
3.    Dampak program full day school (FDS) dalam pendidikan Islam di Indonesia
C.    Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas yang telah penulis paparkan maka di dalam karya ilmiyah ini terdapat rumusan masalah yang harus dirumuskan dan dijelaskan secara mendalam. Adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1.   Apa pengertian, dasar dan tujuan pendidikan Islam ?
2.   Bagaimana identitas pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional ?
3.   Bagaimana dampak program full day school (FDS) dalam pendidikan Islam di Indonesia?
D.    Tujuan
 Karya ilmiyah ini dilakukan dengan tujuan-tujuan yang telah penulis sesuaikan dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.    Mengetahui pengertian, dasar dan tujuan pendidikan Islam
2.    Memahami Identitas pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional
3.    Mengetahui dampak program full day school (FDS) dalam pendidikan Islam di Indonesia
E.     Manfaat
Melalui proses penulisan ini, penulis berharap mampu memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut :
1.      Memberikan pemahaman Alternatif  kepada siapa saja tentang konsep dan pengertian, dasar dan tujuan pendidikan Islam
2.      Sebagai literatur
3.      Sama-sama belajar

BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti, Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
1.  Pengertian Pendidikan Islam
Menurut Imam Bawani di dalam buku yang ditulis oleh Roqib menyebutkan bahwa pendidikan islam pada hakikatnya adalah proses perubahan menuju arah positif. Dalam konteks sejarah perubahan yang positif ini adalah jalan Tuhan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad. Pendidikan Islam dalam konteks perubahan ke arah positif ini identik dengan kegiatan dakwah yang biasanya dipahami sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat.[1] Jelasnya pendidikan adalah suatu tuntutan hidup agar manusia tumbuh dan berkembang menjadi Insan Kamil seperti halnya mencontoh prilaku nabi dan di dalam islam dakwah juga merupakan media pendidikan dalam artian mngajarkan dan mnyerukan kebaikan.
Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yangs esuai dengan ajaran Islam, memikirkan, memutuskan, dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.[2] Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu adalah suatu pengajaran dan bimbingan terhadap anak didik agar bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sesuai tipikal yang dimiliki setelah proses pendidikan pendidikan itu berlangsung.
Kemudian di dalam buku yang ditulis oleh Nik Haryanti, Azyumardi Azra menjelaskan bahwa pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam informal, formal, dan nonformal (Azyumardi Azra, 2002: 5).[3] Jadi, di dalam pendidikan tidak hanya terdapat ta’lim saja melainkan ta’dib hal ini merupakan proses pembentukan peserta didik agar memiliki karakter karimah. Sehingga tingkah lakunya tetap baik dalam dalam bermu’amalah, baik kepada Tuhannya, rasulnya, manusia dan lingkungannya. Dari sini kita bias melihat bahwa pendidikan islam tidak hanya mengedepankan pengajaran semata melainkan pembentukan karakter dalam diri peserta didik.
2.  Dasar Pendidikan Islam
Setiap sesuatu tentu memiliki dasar dan landasan untuk memperkuat suatu proses yang dilaksanakan, dasar dan landasan ini tidak hanya menjadi sandaran bagi jalannya pendidikan islam itu sendiri, akan menjadi sumber utama bagi pendidikan islam itu sendiri.
Dasar pelaksanaan pendidikan Islam terutama adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dalam Al-Qur’an, surat Asy-Syura, ayat 52:
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
 Hadis Nabi Muhammad saw yang artinya:
  “Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (Al-Gazali, Ihya’ Ulumuddin hlm. 90).
 Dari ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi di atas dapat diambil titik relevansinya sebagai dasar pendidikan agama, mengingat:
1.     Bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk ke arah jalan hidup yang lurus dalam arti memeri bimbingan dan petunjuk ke arah jalan yang diridloi Allah SWT.
2.     Menurut Hadis Nabi, bahwa di antara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha dan dalam bentuk pendidikan Islam.
3.     Al-Qu’an dan Hadis tersebut menerangkan bahwa Nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.[4]
Dengan demikian, sangat jelas bahwa dasar pendidikan islam bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Dalam artian, dasar2 tersebut hadir untuk memperbaiki umat manusia agar saling memiliki rasa iba, mengingatkan, membagi ilmu pengetahuan sehingga anatara yang satu dengan lain menjaga akhlak atau tingkah laku serta sikap bagaimana menuntut ilmu yang diajarkan oleh agama islam sendiri.
3.  Tujuan Pendidikan Islam
Yusuf amir feisal membagi tujuan pendidikan Islam sebagai berikut :
a.     Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdloh
b.     Membentuk manusia muslim disamping dapat melaksanakan ibadah mahdlah dapat juga melaksanakn ibadah muamalah dalam kedudukannya sebagai orang per orang atau sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan tertentu.
c.     Membentuk warga negara yang bertanggungjawab pada Allah SWT sebagai pencipta-Nya
d.    Membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang siap dan terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki masyarakat.
e.     Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu agama dan ilmu -ilmu Islam yang lainnya[5]
Di sini sudah cukup jelas sekali bahwa tujuan pendidikan agama islam semata-mata untuk beribadah kepada Allah, bermanfaat bagi sesama dan mempersiapkan peserta didik dengan dibekali ilmu-ilmu agama sehingga nantinya bergunan di masyarakat dengan berbagai disiplin ilmu yang dimiliki.
B.  Identitas Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Pada masa-masa awal perkembangan Islam di nusantara, kiai/ulama menjadi ujung tombak pendidikan Islam dengan gaya klasikal yang telah mengakar di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dalam hemat penulis ulama’-ulama’ terdahulu mengenalkan agama Islam sekaligus memanfaatkan untuk memberikan pendidikan dengan ajaran Islam secara utuh. Jadi pendidikan Islam sudah lahir sejak lama dan pengaruhnya sangat besar sekali bagi hitam-putih kehidupan masyarakat Islam di nusantara hingga sekarang.
Setelah kemerdekaan Indonesia dicapai dan dirasakan oleh segenap rakyat indonesia. Departemen agama (didirikan pada 3 januari 1946), dengan dimotori KH. Wahid Hasyim, secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Orientasi usaha departemen agama dalam bidang pendidkan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah sekolah, di samping pada pengembangan madrasah itu sendiri.Untuk mewujudkan aspirasi tersebut dibentuklah panitia penyelidik pengajaran RI yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara. Dari hasil penyelidikan itu diperoleh laporan (2 Juni 1946) bahwa pengajaran yang terbentuk dan madrasah perlu untuk dipertinggi dan modernisasi serta diberikan bantuan biaya dan lain-lain sesuai dengan yang telah diputuskan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) akhir tahun 1945.BPKNIP adalah pelaksana sehari-hari tugas komite nasional Indonesia pusat. Sejalan dengan BPKNIP dan panitia penyelidik pengajaran RI, keluarlah undang-undang pendidikan No. 4/1950, yang kemudian ditindak lanjuti oleh keputusan bersama menteri pendidikan dan kebudayaan dan Agama pada tahun 1951. Inti dari keputusan bersama tersebut adalah bahwa pelajaran agama harus diajarkan di sekolah-sekolah umum dan bahwa belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari kementrian agama telah memenuhi wajib belajar.[6] Dengan demikian perkembangan pendidikan islam yang dikembangkan oleh banyak lembaga pendidikan mendapat pengakuan dari pemerintah, baik menyatu dengan satuan pendidikan nasional ataupun secara kelembagaan.
1.    Jenis Jenis Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Perkembangan lembaga pendidikan islam di Indonesia terdapat tiga jenis lembaga pendidikan:
a.  Lembaga Pendidikan Non Formal
Lembaga pendidikan non formal ini, terdapat atau dilaksanakan di langgar-langgar kecil, pondok pesantren salaf, pengajian kitab kuning, lembaga kursus dan lembaga lainnya yang masih menggunakan gaya klasikal. Hal tersebut diperkuat oleh  undang undang Republik Indonesia Nomor 20 TAHUN 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 26 ayat 4 bahwa satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta satuan pendidikan sejenis.
b.  Lembaga Pendidikan Formal
Penulis akan membagi lembaga pendidikan formal berdasarkan undang undang Republik Indonesia Nomor 20 TAHUN 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal Pasal 17 ayat dua disebutkan bahwa Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
Pada pasal Pasal 18 ayat 3 Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Selanjutnya pasal 20 pada ayat 1 disebutkan Pendidikan Tinggi dapat berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, atau Universitas.
Dari undang-undang tersebut, sangatlah jelas bahwa lembaga pendidikan Islam meliputi: Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) hingga perguruan tinggi Islam.
c.  Perpaduan Non Formal dan Formal (mua’dalah)
Lembaga Pendidikan semacam ini terdapat di dunia pesantren, memelihara dan mengembangkan model pendidikan pesantren dengan perpaduan kurikulum nasional yang dikemas baik secara kelembagaan (mua’dalah), hal ini diperkuat oleh Peraturan Menteri Agama RI Nomor 18 Tahun Tahun 2014.

Kemudian, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pendidikan keagamaan, hal tersebut menurut penulis untuk memperjelas atau memperkuat sehingga secara sistematis dapat dibedakan yang berkaitan tentang pendidikan islam dan agama lainnya 
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Pasal 14 menyebutkan bahwa: 1)      Pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren. 2)      Pendidikan diniyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. 3)      Pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Selanjunta Pasal 15 menyebutkan Pendidikan diniyah formal menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Kemudian dalam peraturan ini Pasal 21 menyebutkan
1)   Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan Al Qur'an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis.
2)   Pendidikan diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan pendidikan.
3)   Pendidikan diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan.
Dengan demikian, berarti pendidikan islam di Indonesia sudah memiliki regulasi sehingga pengelolaah dalm proses pendidikan pemeritah bias ikut andil dan berkontribusi besar, sebab pendidikan adalah pundak Negara dalam memajukan generi harapan bangsa.
2.    Kurikulum Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Sebelum penulis menjelaskan mengenai kurikulum Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenaik kurikulum pendidikan islam itu sendiri. Menurut Abdurrahman kurikulum yang dikembangkan dan dipelajari dikelompokkan pada tiga bidang yaitu:
1)      Tekhnis; seperti  fiqh, ilmu mustholah hadits, ilmu tafsir, hisab, mawaris, ilmu falaq.
2)      Hafalan; seperti pelajaran Al-Qur’an, ilmu bahasa Arab.
3)      Ilmu yang bersifat membina emosi keagamaan; seperti aqidah, tasawuf dan akhlaq.[7]
Selanjunya penulis akan menguraikan kurikulum pendidikan islam dalam Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), pada pasal pada Bab X Pasal 36 disebutkan bahwa;
1)   Pengembangan  kurikulum  dilakukan  dengan  mengacu  pada  standar  nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2)   Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3)   Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a)    peningkatan iman dan takwa;
b)    peningkatan akhlak mulia;
c)    peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d)   keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e)    tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f)     tuntutan dunia kerja;
g)    perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h)    agama;
i)      dinamika perkembangan global; dan
j)      persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
4)   Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya pada Pasal 37 juga disebutkan bahwa;
1)   Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a.  pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; c. bahasa; d. matematika; e. ilmu pengetahuan alam; f. ilmu pengetahuan sosial; g. seni dan budaya; h. pendidikan jasmani dan olahraga; i. keterampilan/kejuruan; dan j. muatan lokal.
2)   Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; dan c. bahasa.
3)   Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Jika diamati kurikulum dalam sisdiknas tersebut tentu memberikan legalitas atau ruang terhadap pendidikan islam sebagai satuan pendidikan nasional, sehingga dalam hal ini, meski sejak zaman kemerdekaan system pendidikan nasional sering berubah-berubah namun hal tersebut tidak menutup kaca bagi pekembangan kurikulum national.
3.    Struktur Organisasi di Pemerintahan
Sebenarnya struktur organisasi di pemeintahan sudah lama dibentuk hal ini berjalan sejak atau pasca kemerdekaan republik Indonesia, terakhir pemerintah membuat peraturan baru dalam mengelola system pendidikan islam.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, dan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dam Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organiasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Sebagai tindak lanjutnya ditetapkanlah Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementeri Agama.
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dibagi menjadi 5 Direktorat, yaitu :
1.      Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
2.      Direktorat Pendidikan Madrasah
3.      Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren
4.      Direktorat Pendidikan Agama Islam
5.      Direktorat Pendidikan Tinggi Islam[8]
Dengan demikian, posisi pendidikan islam di Indonesia sangat diperhatikan dan bagi penulis pendidikan agama Islam menjadi ujung tombak untuk masa depan Indonesia.
C. Dampak Program Full Day School (FDS) dalam Pendidikan Islam di Indonesia
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Pasal 14 menyebutkan bahwa:
1)    Pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren.
2)    Pendidikan diniyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Artinya pendidikan diniyah atau keagamaan memiliki jenis-jenis lembaga pendidikan, mulai dari formal dan lainnya. Hal tersebut sudah diatur jenjang-jenjang pendidikannya dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007 tersebut.
Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan ilmu – ilmu agama (diniyah). Madrasah ini dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang belajar di sekolah umum.[9] Jelasnya madrasah diniyah ini lahir untuk menjadi penupang dan mengembangkan potensi dan mental siswa dalam hal keagamaan, sebab pelajaran agama di sekolah umum tidak seperti di madrasah diniyah yang jauh lebih luas pemaparannya.
Beberapa bulan terakhir dunia pendidikan islam khusunya pendidikan diniyah yang dilaksanakan pada sore hari dilanda bencana regulasi pendidikan sebab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengeluarkan kebijakan baru bahwa sekolah negeri dan swasta harus menerapkan program full day school (FDS).
Berbicara program full day school (FDS) sebenarnya bukan hal baru dalam dunia pendidikan, misalnya lembaga pendidikan pondok pesantren. Program pendidikan di pondok pesantren bukan hanya Full Day School (FDS) akan tetapi full years school atau berjalan selama 24 Jam, yang mana proses pendidikan tidak hanya di waktu pelajaran formal ataupun kegiatan belajar mengajar di kelas. Akan tetapi di luar kelas para santri atau peserta  didik tidak lepas dari proses pendidikan artinya program pendidikan pondok pesantren menyangkut atau mengikat atas segala aspek kehidupan para santri atau peserta didik, misalnya kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan ektra, kegiatan ibadah santri dan lainnya.
Peraturan menteri pendidikan Nomor 23 Tahun 2017 tentang full day school tentu menyumbang konflil pendidikan islam di indonesia sebab full day school tersebut tidak diterima oleh mayotas kalangan ulama atapun para santri sebab disadari atau tidak peraturan menteri pendidikan tersebut hanya menjadi problem bagi dunia pendidikan islam khususnya madrasah diniyah, tidak hanya pada program diniyahnya akan tetapi kepada para siswa dan para guru.
Para siswa akan delima sekali sebab wajib belajar mereka sampai sore hari sementara pada sore hari mereka belajar di madrasah diniyah, tidak hanya dalam hal pendidikan saja, melainkan waktu mereka membantu kedua orang tua tentu akan terkuras dengan diberlakukan program tersebut. Kemudia para asatidz atau para guru hanya bias gigit jari sebab mereka delima akan kebijakan ini, sementara profesi mereka sebagai guru diniyah tidak berpihak sebab para siswa tersandung kebijakan tersebut.
Protes dan rasa ketidak persetujuan terhadap peraturan menteri pendidikan Nomor 23 Tahun 2017 yang dilakukan oleh ulama atau ormas islam yang sudah menyeleggaran program pendidikan diniyah dari abad-abad silam berbuah pencabutan atau dibatalkan permen tersebut oleh Presiden Ir. H. Joko Widodo atas desakan dan protes tersebut, sebab madrasah diniyah asli lembaga pendidikan khas nusantara. Awal mula pembatalan Peraturan menteri pendidikan Nomor 23 Tahun 2017 disambut baik oleh kalangan ulama, santri para guru madrasah diniyah, akan tetapi kekisruhan tersebut masih berlanjut sebab pemerintah akan mengganti permendikbud tersebut dengan Peraturan presiden.
Sementara itu terlepas dari kekisruhan tersebut, program full day school (FDS) tersebut sangat baik sekali untuk membangun identitas pendidikan di Indonesia, akan tetapi tidak bisa dilakukan saat ini sebab haru ada regulasi yang mengatur tentang tenaga pendidik, sebab kebanyakan guru-guru pendidikan diniyah tidak sampai sarjana hanya lulusan pesantren. Jika pengagguran di Indonesia akan bertambah banyak. Di samping tenaga pendidik, regulasi tersebut harus mengatur soal anggaran pendidikan, baik untuk oprasional sekolah, sarana dan prasarana dan SDM (siswa dan guru) sebab program full day school (FDS) tersebut tidak hanya untuk sekolah negeri akan tetapi swasta harus melaksanakan. Jika kita melihat di Negara lain, pendidikan program full day school (FDS) sudah berjalan dan menjadi wajib belajar bagi anak-anak, misalnya di Korea Selatan, di Negara tersebut program full day school (FDS) merupakan makanan setiap hari, sebab para siswa dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi menghabiskan waktu di sekolah ataupun di perguruan tinggi, namun semua itu didukung oleh anggaran yang memadai dan pendidikan yang bekualitas.
Selanjutnya penulis berharap kekisruhan ini segera berakhir dan presiden bersikap independen jika pada akhirnya mengeluarkan perpres, tidak merugikan dan tidak mnguntungkan kelompok tertentu, akan sama-sama menguntungkan untuk program pendidikan ke depan, agar Negara ini menjadi Negara yang madani.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pendidikan Agama Islam adalah segala upaya yang diproses untuk menanamkan nilai-nilai islam kepada peserta didik untuk kehidupan sehari-hari sehingga menjadi masyarakat yang berkarakter ahklakul karimah dan menjadi masyarakat yang madani. Konsep dasar pendidikan islam berasal kitab suci Al-Qur’an dan Hadits, dari keduanya ini ilmu-ilmu pendidikan islam berasal sehingga pendidikan islam mudah pahami, memberikan petunjuk. Tujuan pendidikan islam hanya semata-mata beriman kepada Allah dan mengamalkan Al-Qur’an dan Hadits serta membentuk pribadi-pribadi yang diharapkan bangsa Negara dan agama.
Posisi pendidikan islam dalam system pendidikan nasional merupakan pendidikan karakter yang bersifat keagamaan, untuk itu pendidikan islam dalam sisdiknas mampu memasuki dan menyelenggarakan lembaga pendidikan formal, non forma dan informal, baik dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi yang kesemuanya dikelola oleh negeri dan adapula yang dikelola oleh swasta. Dalam hal ini pemerintah juga membuat struktur organisasi dalam menjalankan program pendidikan islam di Indonesia.
Program full day school (FDS) yang lagi kisruh saat ini menjadi hambatan yang sangat besar karena model pendidikan islam khusunya lembaga pendidikan diniyah akan terganggu dalam menjalankan program pendidikan, sebab peraturan program full day school (FDS) tidak memberikan ruang terhadap peserta didik untuk mengenyam pendidikan islam di lembaga pendidikan diniyah. Oleh sebab itu, presiden harus mampu bersifat independen tidak berpihak kepada siapapun demi kelancaran program kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan Indonesia.
B.     Saran-saran
Sebelum penulis mengakhiri tulisan ini, ada baiknya saya sampaikan dengan segumpal saran kepada pihak-pihak di bawah ini:
1.   Kepada pemerintah supaya selalu memberikan yang terbaik agar identitas pendidikan Islam di Negara ini tetap baik.
2.  Kepada pemerintah, pengelola lembaga pendidikan dan akademisi agar selalu berupaya memberikan perubahan yang positif terhadap Negara demi keberlangsungan pendidikan karakter dan revolusi mental sehingga program nawacita pemerintah bias berjalan dengan harapan bangsa Indonesia.
3.      Kepada para pembaca janga tergesa-gesa dalam bertindak, Sesungguhnya, sesuatu yang tergesa-gesa itu bersumber dari setan dan tidak akan mengoptimalkan kinerja dan hasil kerja yang baik.
Akhirnya, semoga tulisan ini bisa menjadi tambahan ilmu, pengetahuan, petunjuk kehidupan yang senantiasa bermanfaat, berbarokah dan berhikmah. Amien....


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).
Feisal, Jusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta : Gema Insani Press,1995).
Masykhur,  Anis, Menakar Modernisasi Pendidikan Pesantren, (Depok, Barnea Pustaka: 2010).
Nasir, Ridlwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: PT LKis, 2009), Cet. Ke-1.
Zahairimi, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke-5.
http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=sejarahpendis#.VO1wRCwhGxw, didownload pada hari selasa, 26 Agustus 2017 pukul 14:15 WIB.




[1] Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: PT LKis, 2009), Cet. Ke-1, hlm.18-19 
[2] Zahairimi, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke-5, hlm. 152
[3] Nik Haryanti, Ilmu Pendidikan Islam, (Malang: PT LKiS , 2009), hlm.6-7

[4] Zahairimi, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke-5, hlm. 153-154

[5] Yusuf Amir F, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta : Gema Insani Press,1995), hlm. 96

[6]Anis Masykhur, Menakar Modernisasi Pendidikan Pesantren, (Depok, Barnea Pustaka: 2010), Cet. Ke-1, hlm. 26-27
[7] Abdurrahman, dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) hlm 73.

[8]http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=sejarahpendis#.VO1wRCwhGxw, didownload pada hari selasa, 26 Agustus 2017 pukul 14:15 WIB.

[9] Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 95

0 comments:

Post a Comment